ijma’ dan qiyas sebagai landasan hukum

Mengapa kitab madzhab Syafi’i menyebut ijma’ dan qiyas sebagai landasan hukum?

Dasar hukum islam bukan hanya alqur’an dan hadits saja. Tapi :

1. Alqur’an

2. Hadits

3. Ijma’ (yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan hadits)

4. Qiyas (yang tidak bertentangan dengan Al-qur’an dan hadits)

Penjelasan :

Berdasarkan hadits:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِ

Maka landasan hukum di dalam Islam itu hanya dua, yaitu al-Qur’an dan Hadits. Mengapa di dalam kitab-kitab madzhab Syafi’i ada dua masukan sebagai landasan hukum, ijma’ dan qiyas?

Kalau menurut prinsip dari pendirian golongan syi’ah, memang ijma’ dan qiyas itu tidak dapat digunakan sebagai landasan Hukum. Akan tetapi bagi madzhab Syafi’i dan juga madzhab mu’tabar yang lain, menggunakan ijma’ dan qiyas sebagai landasan hukum itu, tidak menyimpang dari Al-Qur’an dan Hadits, sebab Al-Qur’an dan Hadits sendiri juga memerintahkan supaya kita menggunakan Ijma’ dan Qiyas. Kami persilahkan baca Al-Qur’an ayat 115 di dalam surat An-Nisa’:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ اْلهَدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ اْلمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيْرًا.

Barang siapa menentang Rasul sesudah terang petunjuk baginya dan menuruti selain jalannya ornag-orang mu’min, maka Allah membiarkan akan dia bersama apa yang dia sukai, dan Allah akan memasukkan dia di dalam neraka jahannam, sejelek-jelek tempat kembali.

Hadits Shohihain:

لاَتَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَتِى ظَاهِرِيْنَ عَلىَ اْلحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ خِلاَفُ مَنْ خَالَفَهُمْ.

Tidak henti-hentinya segolongan dari umatku, selalu terang-terangan bersama-sama membela hak (kebenaran), tidak mempengaruhi mereka tentangan orang-orang yang menentang kepadanya.

Kami persilahkan baca ayat surat Al-Hasyr:

فَاعْتَبِرُوْا يَا اُولِى اْلأَبْصَارِ

Maka ambil contohlah engkau, hai orang-orang yang mempunyai pengertian.

Surat Amirul Mu’minin Umar bin Khottob yang ditujukan kepada Abi Musa Al-Asy’ari:

َالْفَهْمَ اَلْفَهْمَ فِيْمَا اَدَّى إِلَيْكَ مِمَّا لَيْسَ فِى قُرْآنٍ وَلاَ فِى سُنَّةٍ، ثُمَّ قِسِ اْلأُمُوْرَ عِنْدَ ذَلِكَ

Pahamilah! Pahamilah! Di dalam apa yang datang kepadamu, daripada yang tidak ada di dalam Al-Qur’an dan sunah Rasul, kemudian kiaskanlah perkara-perkara itu ketika perkara-perkara itu tidak ada di dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Tambahan :

Dari Ali ra. menceritakan, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW., “Wahai Rasulullah, jika kami menjumpai suatu urusan yang belum jelas mengenainya apakah diperintah atau dilarang, apa yang engkau perintahkan kepada kami?”

Nabi SAW. bersabda :”Musyawarahkanlah urusan itu dengan fuqaha (orang-orang yang mendalam agamanya) dan para ‘abidin (orang2 yang kuat ibadahnya/orang-orang shalih), dan janganlah kalianmemutuskan urusan itu dengan hanya mengikuti pendapat tertentu.”

(HR. Thabrani dalam kitab al awsath, dan sanad-sanadnya dipercaya dari para perawi yang shohih – majma’uzawaid I/428)

Dalam hadits yang lain, kita diperintahkan juga untuk mengikut sunnah para khulafaurrasyidin (karena sunnah khufaurrasyidin adalah hasil ijma’ dan kiyas ‘alim ulama serta sunnah khufaurrasyidin bukan bid’ah!!! seperti shalot tarawih berjamaah dgn 20 reka’at, kalender/taqwin hijriah, pembukuan alqur’an dsb.) sebagaimana dalam hadits :

Dari pada Abi Najih ‘irbadi bin sariyah ra. berkata : “Telah menasihati kami Rasulullahi saw. dgn suatu nasihat yang menggetarkan hati kami dan menitiskan air mata ketika mendengarnya, lalu kami berkata : ya Rasulullah! seolah-olah ini adalah nasihat terkhir sekali maka berilah pesanan buat kami”. Maka Rasulullah saw. bersabda:”Aku berwasiat kepada kamu supaya senantiasa bertakwa kepada Allah dan mendengar serta ta’at (kepada pemimpin) sekalipun yang memimpin kamu itu hanya seorang hamba. Sesungguhnya sesiapa yang dipanjangkan umurnya daripada kamu, pasti akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaklah kamu berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khulafaurrasyidin al mahdiyyin (khalifah-khalifah yang mengetahui kebenaran dan mendapat pimpinan ke jalan yang benar) dan gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham dan jauhilah bid’ah (perkara baru/bid’ah dholalah) yang diada-adakan, karena sesungguhnya tiap-tiap bid’ah itu adalah sesat”

dari keterangan diatas, ulama menyimpulkan ada dua bid’ah : bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) dan bid’ah dholalah) .

Bid’ah secara etimologi adalah segala hal yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya. Adapun dalam tinjauan syara’, Bid’ah terbagi menjadi dua; Bid’ah Huda (baik) dan Bid’ah Dlalalah (sesat).
Allah ta’ala berfirman:

[ورهبانِيةً ابتدعوها ما كَتبناها علَيهِم إِلاَّ ابتغاءَ رِضوانَ اللهِ] [سورة
[ الحديد : 27
Maknanya: “… dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridlaan Allah” (Q.S. al
Hadid: 27)

Allah memuji perbuatan para pengikut nabi Isa ‘alayhissalam yang muslim, yaitu melakukan rahbaniyyah (menjauhkan diri dari halhal yang mendatangkan kesenangan nafsu, supaya bisa berkonsentrasi penuh dalam melakukan ibadah), padahal hal itu tidak diwajibkan atas mereka. Hal ini mereka lakukan semata-mata untuk mencari ridla Allah.
Dalam hadits disebutkan:
“من سن في اْلإِسلاَمِ سنةً حسنةً فَلَه أَجرها وأَجر من عملَ بِها من
بعده” (رواه مسلم)
Maknanya: “Barang siapa yang merintis (memulai) dalam Islam perbuatan yang baik, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang setelahnya yang melakukan perbuatan baik tersebut” (H.R. Muslim)

Para sahabat Nabi dan generasi muslim setelahnya banyak melakukan hal-hal baru (yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah) yang baik dalam agama, dan umat Islam menerima hal itu seperti membangun mihrab (tempat imam di masjid), adzan kedua untuk shalat jum’at, pemberian titik dalam mushhaf (al Qur’an) dan peringatan maulid Nabi.

siapa sih yg disebut AL Hafidh?, bukan yg hafal Alqur’an, itu mah anak2 kecil juga banyak, yg disebut Al Hafidh dalam jajaran ulama adalah yg telah hafal lebih dari 100 ribu hadits dg sanad dan hukum matannya.

diatasnya adalah Alhujjah : yaitu yg telah hafal 300 ribu hadits dg sanad dan matannya, baru disebut Muhaddits, yg meriwayatkan hadits dan pakar hadits yg tentunya sudah melewati derajat AL hafidh.

ini saya sebutkan fatwa mereka :

Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah
Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa yg mengada adakan didalam islam hal yg baru… (dst), hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yg baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yg buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : “semua yg baru adalah Bid’ah, dan semua yg Bid’ah adalah sesat”, sungguh yg dimaksudkan adalah hal baru yg buruk, dan Bid’ah yg tercela. (Syarh Annawawi ala shahih muslim juz 7 hal 104-105)

Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu Bid’ah yg wajib, Bid’ah yg mandub, bid’ah yg mubah, bid’ah yg makruh dan bid’ah yg haram.
Bid’ah yg wajib contohnya adalah mencantumkan dalil dalil pada ucapan ucapan yg menentang kemungkaran, contoh Bid’ah yg mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yg Mubah adalah bermacam macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yg umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bid’ah. (Syarh Annawawi Juz 6 hal 154-155)

Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah
Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”, (sesuatu yg umum dan ada kekhususan/pengecualian), seperti firman Allah : “Menghancurkan segala sesuatu” (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (atau pula ayat : “Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya” QS Assajdah-13 ) dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).

(dari sodara budi suchi….)