keutamaan penduduk yaman dan alqur’an dan hadits (Negeri Para Nabi dan Habaib)

(keutamaan penduduk yaman dan alqur’an dan hadits)

 

Bumi Nabi-nabi…

Yaman

– keutamaan dan keberkahannya-

Yaman merupakan salah satu negara di jaziroh arab, letaknya berdekatan dengan negeri tauhid Saudi Arabia, Yaman merupakan salah satu tonggak sejarah dalam islam, mempunyai banyak sekali keutamaan, telah masyhur dalam kitab-kitab sejarah islam betapa banyaknya keutamaan serta kebaikan yang Allah subhanau wa ta’ala limpahkan kepada negeri ini, dahulu kala di masa jahiliyah maupun sesudah datangnya islam, berupa kemuliaan akhlak para penduduknya, para rosul dan nabi, keajaiban-keajaiban dunia, kerajaan-kerajaan bersejarah, para ahli sya’ir, para penulis kitab, para ulama, para fuqoha, ahli ibadah, ahli zuhud, dan selain daripada yang demikian.

 

Keutamaan negeri Yaman dan ahlu Yaman… dalam Al-Qur’an

Allah subhanahu wa ta’ala telah memberkahi negeri yaman, dan berfirman bahwa negeri saba’ (sebuah negeri di yaman) adalah sebuah negeri yang baik, sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur’an surat Saba’ 15 :

لَقَدۡ كَانَ لِسَبَإٍ۬ فِى مَسۡكَنِهِمۡ ءَايَةٌ۬ ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ۬ وَشِمَالٍ۬ۖ كُلُواْ مِن رِّزۡقِ رَبِّكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لَهُۚ ۥ بَلۡدَةٌ۬ طَيِّبَةٌ۬ وَرَبٌّ غَفُورٌ۬ (١٥)

artinya :

“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda [kekuasaan Tuhan] di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. [Kepada mereka dikatakan]: “Makanlah olehmu dari rezki yang [dianugerahkan] Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. [Negerimu] adalah negeri yang baik dan [Tuhanmu] adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (15)” (QS. Saba’ 15)

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِى ٱللَّهُ بِقَوۡمٍ۬ يُحِبُّہُمۡ وَيُحِبُّونَهُ ۥۤ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِينَ يُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآٮِٕمٍ۬‌ۚ ذَٲلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُ‌ۚ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ)

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas [pemberian-Nya] lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Maidah 54)

kaum yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan di atas, sebagai kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah, mereka adalah bangsa yaman, sebagaimana datang penjelasan tafsir ayat di atas dalam hadits di bawah ini,

عن جابر بن عبد الله قال :سئل رسول الله عن قوله تعالى : (فَسَوۡفَ يَأۡتِى ٱللَّهُ بِقَوۡمٍ۬ يُحِبُّہُمۡ وَيُحِبُّونَهُ) قال : هؤلاء قوم من اليمن

Diriwayatkan oleh Imam Ath-tabrani dari sahabat jabir bin abdillah bahwasanya beliau berkata : rosulullah shalallahu alaihi wa sallam telah ditanya tentang firman Allah (“maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya“) beliau berkata : mereka adalah sekelompok kaum dari negeri yaman. 

 

Ahlu Yaman berbondong-bondong memasuki agama Allah

عن أبي هريرة قال : لما نزلت : (إِذَا جَآءَ نَصۡرُ ٱللَّهِ وَٱلۡفَتۡحُ (١) وَرَأَيۡتَ ٱلنَّاسَ يَدۡخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفۡوَاجً۬ا (٢) ) قال رسول الله : أتاكم أهل اليمن, هم أرقّ قلوبا, الإيمان يمان و الفقه يمان و الحكمة يمانية

Dari abi huroiroh berkata: tatkala diturunkan ayat (” Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (1)Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, (2)” ) rosulullah shalallahu alaihi wa sallam berkata: penduduk negeri Yaman telah datang kepada kalian, mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya, Iman itu ada pada yaman, dan Fiqih ada pada Yaman, dan hikmah ada pada yaman [HR. Imam Ahmad]

عن ابن عبّاس قال : بينما النّبيّ بالمدينة إذ قال : الله أكبر ! الله أكبر !, جاء نصر الله و الفتح, و جاء أهل اليمن : قوم نقية قلوبهم ليّنة طباعهم, الإيمان يمان و الفقه يمان و الحكمة يمانية (أخرجه ابن حبّان في موارد الظّمآن و صحّحه الألباني)

Diriwayatkan dari ibnu abbas : suatu ketika nabi berada di madinah tiba-tiba beliau bertakbir : Allahu akbar…. Allahu akbar telah datang pertolongan Allah dan telah datang penduduk yaman, suatu kaum yang bersih hati mereka, lembut tabiat mereka… imam itu ada pada yaman dan fiqih itu ada pada yaman dan hikmah itu ada pada yaman [HR. Ibnu Hibban]

Keutamaan negeri Yaman dan penduduknya dalam lembaran sunnah rosulullah

عن أبي هريرة قال : قال رسول الله : أتاكم أهل اليمن, هم أرقّ أفئدة و ألين قلوبا, الإيمان يمان و الحكمة يمانية (متفق عليه)

قال الإمام البغويّ في شرح السنّة << هذا ثناء على أهل اليمن, لإسراعهم إلى الإيمان و حسن قبولهم إياه>>

Dari Abu huroiroh beliau berkata : Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : penduduk negeri Yaman telah datang kepada kalian, mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya, Iman itu ada pada yaman, dan hikmah ada pada yaman. [ HR. Bukhari-Muslim]

Berkata Imam Al-Baghowi dalam kitab syarhus sunnah ketika menerangkan hadits di atas “yang demikian itu merupakan pujian kepada penduduk yaman, dikarenakan mereka adalah kaum yang bersegera dalam beriman kepada rosulullah, dan baiknya keimanan mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala”

Ahlu Yaman adalah orang-orang yang pertama minum dari telaga rosulullah

عن ثوبان أن نبي الله صلى الله عليه وسلم قال إني لبعقر حوضي أذود الناس لأهل اليمن أضرب بعصاي حتى يرفض عليهم

Dari sahabat tsauban berkata : rosulullah shalallahu alaihi wa sallam telah bersabda “sesungguhnya aku (nanti di akhirat) berada di samping telagaku, aku akan menghalangi setiap manusia yang akan minum dari telagaku sehingga penduduk yaman dapat meminum air dari telagaku terlebih dahulu, aku memukul dengan tongkatku sehingga mengalirlah air telaga tersebut sampai pada mereka. [HR. Muslim]

Berkata Imam An-Nawawi menjelaskan kandungan hadits di atas : “hal tersebut merupakan karomah  bagi ahlu yaman karena rosulullah shalallahu alaihi wa sallam mendahulukan mereka dalam hal meminum air telaga beliau, sebagai balasan atas kebaikan-kebaikan mereka dan bersegeranya mereka dalam memeluk agama islam” [Syarah Shohih Muslim]

Nabi mendo’akan hidayah dan barokah kepada ahlu yaman

عن أنس عن زيد بن ثابت رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم نظر قبل اليمن فقال اللهم أقبل بقلوبهم

Dari sahabat zaid bin tsabit : bahwasanya nabi mengarahkan pandangannya ke arah negeri yaman, kemudian beliau berkata : Ya Allah… jadikanlah di hati mereka kelapangan dalam menerima islam [HR. Tirmidzi berkata Imam Al-Albani hadits hasan shohih]

عن عبد الله بن عمر أنّ النبي قال : اللهم بارك لنا في يمننا…..

Diriwayatkan dari abdullah bin umar bahwasanya nabi berdo’a : Ya Allah  berkahilah kami pada Yaman kami (negeri Yaman) [HR. A-Bukhari]

Rasulullah mendo’akan dengan hidayah dan keberkahan tidaklah yang demikian itu beliau lakukan melainkan karena keutamaan dan kebaikan pada sesuatu yang beliau do’akan, dan pada hadits di atas merupakan penetapan akan keutamaan negeri yaman berupa barokah dari do’a rosulullah.

Bersegeranya ahlu yaman dalam menyambut dakwah islam

 

عن عمران بن حصين قال عبد الرحمن جاء نفر من بني تميم قال وكيع جاءت بنو تميم إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال أبشروا يا بني تميم قالوا يا رسول الله بشرتنا فأعطنا قال عبد الرحمن فتغير وجه رسول الله صلى الله عليه وسلم قال فجاء حي من يمن فقال اقبلوا البشرى إذ لم يقبلها بنو تميم قالوا يا رسول الله قبلنا جئنا لنتفقه في الدين

Diriwayatkan dari sahabat ‘Imron bin husein, beliau berkata : suatu hari aku berada di samping rosulullah shalallahu alaihi wa sallam tatkala datang kepada beliau sekelompok kaum dari bani tamim, maka berkata rosulullah shalallahu alaihi wa sallam kepada mereka, “aku sampaikan kepada kalian berita gembira (seruan kepada islam dan balasannya berupa surga), mereka berkata kepada rosulullah shalallahu alaihi wa sallam : engkau telah memberi kami kabar gembira, maka berilah kepada kami sesuatu (sebagai hadiah) –maka berubahlah wajah rosulullah- kemudian datang penduduk yaman menemui rasulullah, maka berkatalah rosulullah shalallahu alaihi wa sallam kepada mereka “   wahai para penduduk yaman aku sampaikan kepada kalian berita gembira (seruan kepada islam dan balasannya berupa surga) yang mana bani tamim tidak menerima kabar gembira tersebut dariku, ahlu yaman berkata kepada rosulullah shalallahu alaihi wa sallam : kami menerima seruan engkau, kami mendatangi engkau dalam rangka mempelajari agama.” [HR. Al-Bukhari]

Penduduk yaman adalah sebaik-baik penduduk bumi

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ : كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِطَرِيقٍ بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ ، فَقَالَ : ” يُوشِكُ أَنْ يَطْلُعَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ ، كَأَنَّهَا قِطَعُ السَّحَابِ ، أَوْ قِطْعَةُ سَحَابٍ ، هُمْ خِيَارُ مَنْ فِي الأَرْضِ

Dari jubair bin muthim berkata : suatu ketika kami bersama rasulullah di suatu jalan antara makkah dan madinah, maka berkata rasulullah : hampir-hampir saja bangsa yaman melebihi kalian, seakan-akan mereka seperti gumpalan awan, mereka adalah sebaik-baik penduduk bumi. [HR. Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Al-Baihaqi,]

Sebaik-baik lelaki adalah lelaki ahlu yaman

عن عمرو بن عبسة السلميّ…. بل خير الرجال رجال أهل اليمن

Dari sahabat ‘amr bin abasah rasulullah bersabda : sebaik-baik lelaki adalah lelaki penduduk yaman”  [HR. Imam Ahmad, Al-Bukhari]

 

Kegigihan ahlu yaman dalam menjalani ketaatan kepada Allah

عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى  «إنه سيأتي قوم تحقرون أعمالكم إلى أعمالهم، قلنا: يا رسول الله، أقريش؟  قال : لا و لكن هم أهل اليمن

Dari abu sa’id al-khudri berkata : rasulullah berkata : “sesungguhnya akan datang suatu kaum yang kalian akan merasa minder  jika membandingkan amalan kalian dengan amalan mereka” sahabat anas bin malik bertanya : wahai rosulullah, apakah mereka kaum dari kaum quraisy ? berkata rosulullah : “Tidak, akan tetapi mereka adalah kaum dari negeri yaman” [HR. Ibnu Abi Ashim,]

Berkata Imam ibnu jarir ath-thabari dalam tafsirnya : “sesungguhnya Allah mendatangkan ahlu yaman pada masa kekhilafan umar bin khotob, kala itu sikap mereka terhadap ajaran agama islam merupakan yang paling baik diantara kaum-kaum yang lain yang memeluk islam [dari luar mekkah dan madinah] dan mereka pada waktu itu adalah kaum yang paling banyak memberi pertolongan kepada kaum muslimin.

Keutamaan ahlu aden (penduduk kota aden)

عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( يخرج من عدن أبين اثنا عشر ألفاً ينصرون الله ورسوله  ) …..

Dari Ibnu Abbas berkata : Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berkata : akan keluar dari antara kota aden dan kota abyan 12.000  orang yang akan menolong agama Allah dan menolong Rasul-Nya.

 

Scan lengkap Kitab Durrar kaminah (ibnu hajar alatsqolani) bukti Taubatnya ibnu Taymiyah dari aqidah tajsim

Bismillah ar-Rahmaan ar-Rahiim.

Berikut ini riwayat taubatnya seorang ulama kontroversial, ibnu Taimiyyah dari aqidah tajsimnya dan mengikuti kepada aqidah asy-’ariyyah. Banyak kontroversi atas cerita tentang taubatnya beliau. Ada sebagian golongan yang menganggap taubatnya hanya sebagai taqiyyah saja, dan ada juga sebagian golongan yang menganggap taubatnya adalah murni taubat dari aqidah sesat tajsim. Mari kita simak sebuah penelaahan dari kitab:

“د ررالالفاظ العاوالي فى الرد على الموجان والحوالي”

Karya:

غيث بن عبدالله الغالبي


MUKADDIMAH KE TIGA

Taubatnya imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah

Banyak tercantum di kitab-kitab yang cenderung melaporkan masalah aqidah atas perkataan-perkataan dan karangan-karangan yang dinisbatkan kepada imam Taqiyuddin Ahmad ibnu Taimiyah Rahimahullah. Sebagian dari mereka tidak tahu bahwa sesungguhnya imam besar ini telah bertaubat dari aqidahnya dan telah kembali kepada kebenaran. Saya disini akan menukilkan tanggal-sejarah itu berikut dengan teks nya yang saya salin dari kitab “Durarul Kaminah Fi A’yanil mi-ah Atsaaminah” karya amirul mukminin dalam hadis, yaitu imam al hafidz Abu Fadl ibnu Hajar Al Atsqolani terbitan 1414H cetakan Darul Jail-Juz 1 hal.148. Namun sebelum itu ada pemaparan imam Nuwairi. Beliau adalah ulama yang hidup sejaman dengan imam ibnu taimiyah dan pemaparan orang orang yang menyaksikan peristiwa pertaubatan tersebut. Imam Nuwairi mengatakan bahwa peristiwa pertaubatan ibnu taimiyah ini juga disaksikan oleh golongan yang menyimpang (pendukung ibnu taimiyah) atau golongan yang berseberangan dengan ibnu taimiyah. Ibnu Hajar berkata: ”Yang menyaksikan peristiwa pertaubatan ini terdiri dari aliansi ulama dan lain-lainnya”.

Imam Nuwairi berkata: ”Permasalahan imam Taqiyuddin ini berkelanjutan hingga beliau dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah yang berada di benteng gunung hingga datanglah amir Hisamuddin ke pintu pemerintahan untuk melayani beliau pada bulan Rabi’ul awwal tahun 707 H. Hingga kemudian Hisamuddin menanyakan duduk permasalahan ibnu taimiyah ini kepada pemerintah yang berwajib dan akan menolongnya sehingga pemerintah memberi grasi kepada ibnu taimiyah dan akhirnya beliau bebas pada hari jum’at tanggal 23 bulan itu pula. Yaitu Rabi’ul awwal. Dan kemudian ibnu taimiyah di hadirkan ke gedung penuntutan (pengadilan) yang berada disitu (benteng gunung). Dan terjadilah pembahasan bersama para pakar ilmu kemudian berkumpullah golongan dari ulama yang terkemuka, namun acara tersebut tidak dihadiri oleh hakim ketua yaitu Zainuddin Al Maliky dikarenakan beliau sakit dan tak hadir pula dari para hakim yang lain. Namun hasil dari pembahasan tersebut ibnu taimiyah menulis kemudian ditulis oleh dewan majlis dengan tulisan yang terjamin dan di tanda tangani oleh para saksi.

BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM.

Kesaksian orang yang telah ikut membubuhkan tulisannya ketika telah ada stempel dari dewan majlis untuk Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyah Al-Harani Al Hanbali ini dihadapkan kepada markas besar yang mulia amir adil Assaifi raja sultan Salar Al Maliky An Nashiri wakil dari sultan agung. Dan hadir pula didalamnya golongan dari para ulama… (berlanjut ke scan kedua)


(Lanjutan)……..dan pembesar pembesar ahli fatwa terdepan mesir disebabkan apa yang pernah di nukil dari pemikiran ibnu taimiyah dan tulisan beliau yang sudah di ketahui sebelum itu yaitu masalah masalah yang berhubungan dengan akidah beliau seperti “Sesungguhnya Allah itu berbicara dengan suara”, dan “bahwa makna istiwa’ itu atas makna hakikat/dhohirnya dll yang bertentangan dengan ahli kebenaran”.

Akhirnya majlis itu selesai setelah pembahasan itu berjalan lama. Ibnu Taimiyah mengembalikan akidahnya itu kembali sehingga beliau berucap dihadapan para saksi “SAYA ASY’ARIYY” sambil mengangkat kitab faham asy’ariyah di atas kepalanya. Dan saya bersaksi atasnya dengan apa yang tertulis berikut ini:

“Segala puji milik Allah yang aku beri’tikad pada-Nya bahwa Al Qur’an berdiri diatas makna Dzat Allah. Dan itu sifat dari beberapa sifatNya yang qodim dan azali. Dan Ia bukan makhluk. Bukan dengan huruf dan bukan pula dengan suara”.

Ini di tulis oleh Ahmad Ibnu Taimiyah.

——————————​——————————​–
Demi Dzat yang aku beri’tikad kepadaNya dari firmanNya yang berbunyi:

الرحمن على العرش استوى

Itu di pahami seperti apa yang telah dipahami banyak orang, yaitu bukan seperti hakikat dan dhohirnya lafadz. Saya tidak tahu makna ganti dan maksudnya, bahkan tidak diketahui itu kecuali hanya Allah Ta’aala.

——————————​——————————​—-
Ini ditulis oleh Ahmad Ibn Taimiyah.

Pendapatnya dalam masalah “turunnya” (Allah) itu juga sama seperti masalah “istiwa”. Aku katakan seperti apa yang aku katakan, yaitu “Saya tidak mengetahui makna ganti dan maksudnya, bahkan tidak akan diketahui kecuali Allah Ta’aala. Bukan atas hakikat dan dhohir lafadnya.”
——————————​——————————​———————–

Ahmad ibnu Taimiyah telah menulis ini.

Tulisan pengakuannya ini ia tulis pada hari minggu tanggal 25 Rabi’ul ‘Awwal tahun 707 H.

Dan inilah naskah/salinan apa yang telah ia tulis dengan tulisannya sendiri. Dan saya (imam nuwairi) menjadi saksinya pula bahwa beliau bertaubat kepada Allah dari apa yang ia yakini selama ini (4 masalah). Dan dia (ibnu taimiyah) melafadzkan dua kalimah syahadat yang agung. Saya bersaksi atasnya dengan sukarela dan seleksi dalam masalah itu semua di benteng gunung yang terjaga dari gedung gedung mesir. Semoga Allah menjaganya. Amien.

Dengan sejarah hari minggu tanggal 25 robi’ul awwal tahun 707 yang di saksikan oleh golongan orang orang yang terkemuka yang patuh dan tunduk dan golongan yang menyimpang.
Aku keluarkan ini dan aku tetapkan di Kairo. (Selesai ucapan imam an-Nuwairi).

——————————​——————————​———-

Ini dari kitab “Nihayatul irbi fi fununil adab” milik hakim Syihabuddin an-Nuwairy. Beliau wafat pada tahun 733 H. cetakan darul kutub mesir 1998M juz 32 hal.115-116.

———————————————————————-

Imam al-hafidz ibnu Hajar al-Asqolani berkata: Ibnu Taimiyah masih tetap di penjara bawah tanah hingga ditolong/diberi grasi oleh amir Ali Fadl sehingga beliau akhirnya bebas di bulan Rabi’ul ‘Awwal tanggal 23 dan kemudian dihadapkan di sebuah benteng dan dilaksanakan pembahasan (dialog terbuka) bersama sebagian pakar fikih hingga akhirnya tercatat sebuah catatan pengakuan Ibnu Taimiyah bahwa dia berkata: ”Saya berpaham asy’ariyyah”.  Dan dijumpai pula tulisan beliau dengan teks sebagai berikut:

“Segala puji milik Allah yang aku beri’tikad pada-Nya bahwa Al Qur’an berdiri diatas makna Dzat Allah. Dan itu sifat dari beberapa sifatNya yang qodim dan ajali. Dan Ia bukan makhluk. Bukan dengan huruf dan bukan pula dengan suara”.

Sedangkan firman Allah yang berbunyi:

(الرحمن على العرش استوى)

ini bukan seperti dhohirnya lafadznya. Saya tidak tahu makna ganti dan maksudnya, bahkan tidak diketahui itu kecuali hanya Allah Ta’aala. Dan pendapatnya dalam masalah “turunnya” (Allah) itu juga sama seperti masalah “Istiwa’”. (bukan seperti dhohirnya dan tidak diketahui muradnya).

————————–​————————–​——

Ibnu Taimiyah telah menuliskan ini.

Kemudian para hadirin menyaksikannya bahwa dia bertaubat sebagai pilihannya dari apa yang ia yakini dulu dan itu terjadi pada tanggal 25 Rabi’ul Awwal tahun707 H. Dan peristiwa itu di saksikan pula oleh sebagian besar dari ulama dan kalangan lainnya. Setelah kasus ini reda, akhirnya dirilislah (pengakuan taubat ibnu Taimiyah ini) ke permukaan. Dan beliau tinggal di Kairo.

Adapun selain imam ibnu Hajar dan imam an-Nuwairi yang menuturkan tentang pertaubatan ibnu Taimiyah ini terdiri dari ulama dan para pakar sejarah, yaitu:

1.  ابن المعلم ( w.725) فى نجم المعتدى  Salinan Paris nomor 638

2. الدواداى (w.736) فى كنزالدرر- الجامع  239

3.  ابن تغري بردي الحنفى

(w.874) فى المنهل الصافى- الجامع 576
Yang ke semua ini isinya sama seperti penuturannya ibnu Hajar. Dan juga telah dinukil pula di kitab
النجوم الزاهرة – الجامع 580

SITUASI ORANG ORANG KARENA PERTAUBATAN IBNU TAIMIYAH:

Seluruh ulama sepakat atas kebenaran peristiwa pertaubatan imam Ibnu Taimiyah rahimahullah ini. Namun setelah itu terjadi perselisihan tentang sikap Ibnu Taimiyah tersebut, sebagian dari mereka menganggap ia jujur dengan taubatnya dan sebagiannya menganggap murni permainan kata-kata/kamuflase atau taqiyah (kepura-puraan agar segera dibebaskan).

Sikap orang-orang ada dua kelompok:

Pertama: Kubu yang membenarkan hal itu dan menaruh simpati kepada ibnu Taimiyah, karena telah membawa kaum muslimin keluar menuju yang terbaik dan mendorong kepada kaum muslimin yang lain, oleh karena itu banyak ulama yang membelanya (taubat) dan menentang siapa saja yang menuduh dia bid’ah. (karena taubat).

Kedua: Kubu yang berasumsi bahwa pertaubatannya itu tidak benar/tidak terbukti. Kubu ini ada dua versi, yaitu:

PIHAK PERTAMA MENGATAKAN: ”Orang orang telah memaksa ibnu taimiyah telah berbuat bid’ah dan memaksa keluar dari aqidahnya ahli kebenaran seperti yang telah ditegaskan dalam kitab-kitab beliau. Dan atau seperti yang sudah banyak dinukil oleh para pengikut fanatiknya bahwa beliau ditetapkan dibanyak kitab bahwa beliau meninggal dunia di penjara.”

Adapun ucapan mereka yang menyatakan bahwa ibnu Taimiyah menghembuskan nafas terakhirnya di penjara, JAWABANNYA ADALAH: ”Memang benar, namun itu dalam tahanan yang terakhir, yaitu beliau dimasukkan ke penjara lagi karena tersandung masalah fiqhiyah dan furu’iyah, seperti masalah fatwa haramnya bagi orang yang bepergian untuk berziarah kemakam Nabi Shollallah ‘alaih wa sallam dan lain-lain. Jadi bukan masalah akidah yang telah ia taubati itu.

Mengenai tidak ditemukannya dalil penguat/pembenaran atas taubatnya beliau di kitab kitab beliau atau referensi valid dari beliau JAWABANNYA ADALAH:

1. Ibnu Taimiyah tidak mencetak semua kitab kitabnya. Sehingga dengan indikasi ini kami menguatkan.
2. Alasan lain bahwa kitab kitabnya yang telah tercetak terdapat banyak kekeliruan puluhan halaman seperti yang terjadi dalam kitab fatawanya terutama dari lembaran lembaran dan kalimatnya. Sebuah kesalahan jika kami menetapkan tidak adanya pencabutan ibnu taimiyah atas akidahnya atau tidak memungkinkannya kembalinya beliau kepada kebenaran.
3. Kitab kitab yang beredar kini dan fatwa fatwa yang di nisbatkan kepada beliau, itu semua di kumpulkan 5 abad/lebih setelah beliau wafat. Dan itu semata mata hanya salinan-salinan yang tidak jelas yang tak bisa membenarkan dan yang tak bisa menyanggah hal itu.

PIHAK KEDUA MENGATAKAN: ”Ini mengenai martabat sebuah akidah yang beliau taubati. Pihak ini mengatakan bahwa taubatnya ibnu taimiyah ini hanyalah permainan kata kata dan taqiyyah (menampakkan sesuatu yang tidak sesuai dengan hati untuk menyelamatkan diri-pent) bukan yang lain. Dan inilah yang banyak di anut oleh pengikutnya hingga sekarang. Dan menurut mereka pula, ini tidak benar jika taubat dari keyakinannya di nisbatkan kepada sosok seorang ibnu Taimiyah rahimahullah karena ia beri’tikad bahwa akidahnya-lah yang diatas kebenaran. Bagaimana pula dia menyerah/tidak berpegang teguh dalam pendiriannya sedangkan beliau adalah seorang pemimpin dan panutan dalam masalah kebenaran ini. Pihak ini berdalih seperti teguh dan sabarnya imam Ahmad bin Hanbal [yang memilih tetap dipenjara-pent]. (tatkala disuruh mengakui bahwa Al Qur’an itu adalah makhluk-pent) dan ulama ulama yang lain.”

[Penulis kitab berkata]

Adapun yang benar adalah yang menguatkan bahwa ibnu Taimiyah telah bertaubat dari akidahnya, Segala puji milik Allah.

Tujuan saya dari semua ini adalah setiap bantahan dan sanggahannya mengenai pesan ini. Saya tidak bermaksud membahas secara personal seorang ibnu Taimiyah, saya hanya bermaksud dengan apa yang telah disebutkan dalam kitab kitabnya, entah itu pendapat beliau disaat belum taubat (Allah bersemayam)  atau itu hanya ucapannya orang yang berbuat buat atas nama ibnu Taimiyah rahimahullah.

Sehingga kesimpulannya adalah: “Bantahan/sanggahan​ ini ditujukan pada pendapat/opini yang berkembang saat ini, bukan pada sang penutur/pengucap (ibnu Taimiyah)  seperti yang ada sekarang ini.”

Semoga bermanfaat, sehingga menjadi khazanah ilmu pengetahuan anda semua…

Saya juga mohon maaf jika ada terjemahan yang kurang berkenan dalam hati anda.

Scan-scan tersebut diambil dari kitab:

د ررالالفاظ العاوالي فى الرد على الموجان والحوالي

Karya:

غيث بن عبدالله الغالبي

Adapun riwayat pertaubatan ibnu Taimiyah ini ada tercantum dalam kitab:

الدررالكامنة فى اعيان المائة الثامنة

Karya ulama pakar hadits dan fikih abad ke-8, yaitu Ibnu Hajar Al-Asqolany.
Seperti yang tertera dalam scan pertama di atas.

Sanad riwayat ini kepada al-Imam ibn Hajar al-Asqalany adalah sebagai berikut:

ارويها عن الشيخ محمد أمين الهرري عن الشيخ محمد ياسين بن محمد عيسى الفادني عن السيد جعفر بن محمد الحداد, والسيد منصور بن عبدالحميد الفلمباني المكي, كلاهما عن والد الثاني السيد عبد الحميد بن محمود الفلمباني عن ابيه المعمر السيد محمود بن كنان الفلمباني عن المعمر الشيخ عبد الصمد بن عبد الرحمن الأشي الشهير بالفلمباني عن السيد عمادالدين يحي بن عمر مقبول الأهدل الزبيدى عن محمد بن عمر بن مبارك بحرق الحضرمي عن السيد أحمد بن حسين العدروس التريمي عن السيد محمد بن على خرد التريمي عن محمد بن عبد الرحمن الخاوي عن مؤلفها الحافظ أبي الفضل أحمد بن علي بن حجر العسقلاني

Demikian catatan dari sahabat saya Kaheel, semoga bermanfaat.

Dalil-dalil Diperbolehkannya Berdzikir secara Jahr dan Secara Berjamaah

Bismillah ar-Rahmaan ar-Rahiim.

Sampul Kitab al-Hawi li al-FatawiBerangkat dari sebuah komentar dari salah seorang pengunjung blog ini, yang menuliskan kalimat: “ORANG YANG BERTAQLID DENGAN PERKATAAN IMAM SYAFI’I YANG MEMBAGI BID’AH MENJADI 2, MENGAPA TIDAK JUGA BERTAQLID KEPADA BELIAU DALAM HAL MEMBENCI SELAMATAN KEMATIAN DAN DZIKIR BERJAMAAH“

Silakan lihat komentarnya di link inihttp://jundumuhammad.wordpress.com/2011/02/25/debat-ahlussunnah-wal-jamaah-vs-wahhabi-masalah-tradisi-talqin-mayyit/#comment-271

Saya tidak akan menanggapi perihal pembagian Bid’ah menjadi Bid’ah Hasanah maupun Bid’ah Dholalah, karena sudah banyak saya bahas di blog saya ini. Saya hanya akan membahas masalah dzikir berjamaah, berikut ini saya terjemahkan pendapat al-Imaam Jalaluddin as-Suyuthi rahimahullaah secara lengkap, yang termaktub di dalam kitab karyanya Al-Haawi li al-Fatawi, pada sub bab Natiijat al-Fikr Fi al-Jahr Fi adz-Dzikr.

Dan perlu diketahui pula bahwasanya beliau al-Imaam as-Suyuthi rahimahullah adalah salah satu imam dan ulama’ terkemuka di dalam madzhab Syafi’iyyah.

Apakah benar ulama’ dari madzhab asy-Syafi’iyyah membenci DZIKIR BERJAMAAH seperti yang diklaim oleh salah satu komentator blog tadi?

Baiklah, berikut ini saya sajikan kajian dari kitab al-Hawi li al-Fatawi dan saya lampirkan scan halaman per halamannya serta saya terjemahkan. Silakan disimak baik-baik.

Hasil Penelaahan Mengenai Permasalahan Berdzikir dengan Jahr

(Dzikir dengan Mengeraskan Suara)

Dengan asma’ Alloh yang Maha Pengasih lagi maha Penyayang, segala puji bagi Alloh yang memberikan kecukupan bagiku, dan keselamatan kesejahteraan bagi hamba-Nya yang terpilih.

Aku bertanya kepadamu (wahai Syaich as-Suyuthi) semoga Allah Ta’aala memuliakanmu, mengenai suatu hal yang umum dilakukan para pemuka shufiyyah yang menyelenggarakan halaqah dzikr dan men-jahr-kannya di dalam masjid dan mengeraskan suaranya dengan bacaan tahlil, apakah hal yang demikian ini makruh atau tidak?

Jawabannya adalah:

Sesungguhnya hal yang demikian ini tidak dihukumi makruh sama sekali, dan sungguh terdapat banyak riwayat hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya berdzikir secara jahr, selain itu terdapat pula hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya berdzikir secara sirr (pelan) sehingga perlu dikompromikan kedua cara berdzikir tersebut, yang mana hal tersebut dilaksanakan berbeda-beda menurut keadaan dan masing-masing pribadi. Sebagaimana al-Imaam an-Nawawi mengkompromikan hadits-hadits tentang disunnahkannya membaca Al-Quran secara jahr, dan (hadits-hadits) yang menyebutkan tentang diperbolehkannya membacanya secara sirr, berikut ini akan saya jelaskan secara fasal demi fasal.

Selanjutnya beliau (al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah) menyebut hadits-hadits yang menunjukkan disunnahkannya mengeraskan suara pada saat dzikir, baik secara shorih (terang) maupun iltizam (tersirat).

1.    Hadits Pertama:

Telah diriwayatkan oleh al-Imaam al-Bukhari rahimahullah, bahwasanya Abu Hurairah radhiyallaah ‘anhu berkata: Bersabda Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam: Alloh Ta’aala berfirman: “Aku mengikuti prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku selalu bersamanya apabila dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku di dalam dirinya (Sirr), maka Aku akan mengingat dia pada diri-Ku (Sirr), apabila dia mengingat-Ku dalam jumlah kelompok yang besar, maka Aku akan menyebut nama mereka dalam kelompok yang jauh lebih baik dari kelompok mereka.”

Beliau al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah berkomentar: “Dan berdzikir dalam kelompok yang besar tidak lain dilaksanakan secara jahr.”

2.    Hadits Kedua:

Diriwayatkan oleh al-Bazzaar dan al-Hakiim di dalam al-Mustadrak dan menyatakan keshahihannya, bahwasanya Jabir radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah keluar Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam kepada kami, dan bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya Alloh Ta’aala menebarkan para malaikat untuk mendatangi majlis dzikr di bumi, maka masuklah ke dalam taman-taman surga itu. Mereka berkata: Dimanakah taman-taman surga itu? Beliau bersabda: Majlis-majlis dzikr, sebaiknya kalian berdzikir kepada Allah tiap pagi dan petang.

3.    Hadits Ketiga:

Diriwayatkan oleh Muslim dan al-Hakim dengan lafadz dari abu Hurairah: telah bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat Sayyarah yang mencari majlis dzikir di bumi, maka apabila mereka menemukan majlis dzikir, mereka saling mengelilingi dengan sayap-sayap mereka hingga mencapai langit,  maka Allah berfirman: Dari mana kalian? Mereka menjawab: Kami telah mendatangi hamba-Mu yang bertasbih, bertakbir, bertahmid,  bertahlil, memohon kepada Engkau, meminta perlindungan-Mu. Maka Allah berfirman: Apa yang kalian pinta? (dan Allah-lah yang lebih mengetahui apa-apa tentang mereka), mereka menjawab: Kami memohon Surga kepada Engkau. Allah berfirman: Apakah kalian sudah pernah melihat Surga?. Mereka menjawab: Tidak, Wahai Rabb. Allah berfirman: Bagaimana seandainya mereka pernah melihatnya?, kemudian Allah berfirman: Terhadap apa kalian meminta perlindungan-Ku? Sedangkan Allah Maha Mengetahui perihal mereka. Mereka menjawab: (Kami memohon perlindungan-Mu) dari api neraka. Kemudian Allah berfirman: Apakah kalian pernah melihatnya?. Mereka menjawab: Tidak. Selanjutnya Allah berfirman: Bagaimana seandainya kalau mereka pernah melihatnya?. Kemudian Allah berfirman: Saksikanlah, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka, dan Aku perkenankan permintaan mereka, dan Aku beri perlindungan terhadap mereka atas apa-apa yang mereka minta perlindungan-Ku. Mereka berkata: Wahai Rabb kami, sesungguhnya didalamnya (majlis dzikir) terdapat seorang hamba penuh dosa yang duduk didalamnya dan dia bukanlah bagian dari mereka (yang berdzikir), maka Allah berfirman: Dan dia termasuk ke dalam orang-orang yang Aku ampuni, karena kaum itu adalah kaum yang tidak mencelakakan orang-orang yang duduk bersama mereka.

4.    Hadits Keempat

Diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi, dari abu-Hurairah dan abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhumaa, bahwasanya Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: Tidaklah suatu kaum yang berdzikir kepada Allah melainkan para malaikat akan mengelilinginya dan melimpahkan rahmat, dan diturunkan atas mereka sakinah (ketenangan) dan Allah Ta’aala menyebut mereka kepada siapa saja yang berada di sisi-Nya.

5.    Hadits Kelima

Diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi, dari Mu’awiyyah, bahwasanya Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam keluar menuju kepada halaqah daripada sahabatnya, kemudian beliau bersabda: “Kenapa kalian duduk-duduk?” Mereka menjawab: “Kami duduk untuk berdzikir dan memuji Allah Ta’aala.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya Jibril mendatangiku dan mengabarkan kepadaku bahwasanya Allah Ta’aala membanggakan kalian kepada malaikat.”

6.    Hadits Keenam

Diriwayatkan oleh al-Hakim sekaligus beliau menshohihkannya dan Baihaqi di dalam Sya’b al-Imaan dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Perbanyaklah olehmu di dalam berdzikir kepada Allah Ta’aala, sehingga mereka (kaum munafiquun) mengatakan bahwa kalian adalah ‘orang gila’.“

7.    Hadits Ketujuh

Berkata al-Baihaqi di dalam Syu’b al-Imaan dari abu al-Jauza’ radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Perbanyaklah berdzikir kepada Allah Ta’aala, sehingga kaum munafiquun berkata, ‘Kalian gila’.”

Beliau al-Imaam as-Suyuthi rahimahullaah berkomentar: Ini hadits mursal, adapun tujuan pendalilan menggunakan hadits ini dan yang sebelumnya lebih ditujukan untuk dzikir jahr, bukan dzikir sirr.

8.    Hadits Kedelapan

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Sahabat Anas radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Apabila kalian menemukan taman-taman surga, maka ramaikanlah ia.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullaah, apakah yang disebut taman surga itu?” Beliau bersabda: “Halaqah dzikir.”

9.    Hadits Kesembilan

Diriwayatkan oleh Baqi bin Makhlad, dari ‘Abdullah ibn Umar radhiyallaah ‘anhu, bahwasanya Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam melewati dua majelis, salah satu dari majelis menyeru dan mengagungkan Allah Ta’aala. Dan majelis yang satunya mengajarkan ilmu. Kemudian beliau bersabda: “Kedua-duanya baik, akan tetapi salah satunya lebih utama (daripada majelis yang satunya).”

10.    Hadits Kesepuluh

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari ‘Abdullaah ibn Mughaffal berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Tiada suatu kaum yang berkumpul untuk berdzikir kepada Allah Ta’aala kecuali mereka akan dipanggil oleh para pemanggil dari langit: ‘Bangunlah kalian, sesungguhnya kalian sudah diampuni, sungguh keburukan-keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan-kebaikan’.”

11.    Hadits Kesebelas

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaah ‘anhu, bahwasanya Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Berfirman Allah Ta’aala pada hari Qiyamah: ‘Orang-orang yang dikumpulkan pada hari ini akan mengetahui siapa saja yang termasuk orang-orang mulia’. Para sahabat bertanya: ’Siapakah yang termasuk orang-orang mulia tersebut Wahai Rasulullaah?’. Beliau bersabda: ‘Majelis-majelis dzikir di masjid’. ”

12.    Hadits Keduabelas

Diriwiyatkan oleh al-Baihaqi dari ibnu Mas’ud radhiyallaah ‘anhu berkata: “Sesungguhnya gunung memanggil gunung lainnya dengan namanya dan bertanya: ‘Wahai fulan, apakah kamu hari ini sudah dilewati orang yang berzikir kepada Allah?’ Yang apabila dijawab: ‘Ya’ mereka akan merasa sangat gembira. Kemudian Abdullah membaca ayat: ‘(Perkataan gunung) Sungguh-sungguh kalian telah mendatangkan ‘idda (kemunkaran yang sangat besar), sehingga hampir-hampir langit pecah berkeping-keping.’ Beliau berkomentar: ‘Apakah mereka (gunung-gunung) hanya mendengar kemunkaran, dan tidak mendengar kebaikan?’”

13.    Hadits Ketigabelas

Diriwayatkan oleh ibn Jarir di dalam kitab tafsirnya, dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu mengenai firman Allah Ta’aala: “Maka tidaklah langit dan bumi menangis atas mereka”. Bersabda Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Bahwasanya apabila seorang mukmin wafat, menangislah bumi tempat dia sholat dan berdzikir kepada Allah.” Diriwayatkan pula oleh ibn Abi ad-Dunya dari Abu Ubaid berkata: “Sesungguhnya apabila seorang mukmin wafat, maka berserulah bongkahan bumi: ‘Hamba Allah ‘ta’aala yang mukmin telah wafat!’, maka menangislah atasnya bumi dan langit, kemudian ar-Rahmaan berfirman: ‘Mengapa kalian menangisi hamba-Ku?’. Mereka berkata: ‘Wahai Rabb kami, tidaklah dia berjalan di suatu daerah kami melainkan ia berdzikir kepada-Mu ’  ”

Tujuan pendalilan menggunakan hadits ini adalah: “Dengarnya gunung dan bumi akan dzikir tidak lain dikarenakan dzikir tersebut di-jahr-kan”

14.    Hadits Keempatbelas

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan al-Baihaqi dengan sanad Shohih dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam: Allah Ta’aala berfirman: “Wahai hamba-Ku apabila engkau berdzikir kepada-Ku di dalam kesunyian, maka Aku akan mengingatmu di dalam kesunyian pula, dan apabila engkau berdzikir kepada-Ku dalam kelompok yang banyak, maka Akupun akan mengingatmu di dalam kelompok yang jauh lebih baik dan lebih besar”

15.    Hadits Kelimabelas

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Zaid ibn Aslam berkata: Berkata ibn Adra’: “Pada suatu malam aku pergi bersama Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam, kemudian beliau melewati seorang lelaki di dalam masjid sedang mengangkat suaranya tinggi-tinggi. Aku (ibn Adra’) berkata: ‘Wahai Rasulullaah, barangkali lelaki ini sedang Riya’ (memamerkan ibadahnya)?’ Beliau bersabda: ‘Bukan, dia sedang berdo’a dan mengadu’”. Al-Baihaqi meriwayatkan pula dari ‘Uqbah ibn ‘Amir: Bahwasanya Rasulullaah shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda kepada seorang lelaki bernama Dzul Bajadain: “Sesungguhnya dia banyak berdo’a dan mengadu, itu semua karena dia selalu berdzikir kepada Allah Ta’aala”. Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Jabir ibn ‘Abdullah bahwasanya ada seorang lelaki yang meninggikan suaranya ketika berdzikir sehingga lelaki yang lainnya berkata, “Seandainya saja orang ini merendahkan suaranya.” Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Biarkanlah dia, sesungguhnya dia sedang berdoa dan mengadu.”

16.    Hadits Keenambelas

Diriwayatkan oleh al-Hakim dari Syaddad ibn Aus berkata: “Sesungguhnya kami sedang bersama Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam pada saat beliau bersabda: ‘Angkatlah tangan kalian dan ucapkanlah  لا اله الا الله ’, maka kami melaksanakan perintah beliau”. Kemudian beliau bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau utus aku karena kalimah ini, Engkau perintahkan aku juga karenanya, Engkau janjikan aku surga juga karenanya, sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” Kemudian beliau bersabda kepada para sahabat: “Bergembiralah kalian, karena Allah sudah mengampuni kalian semua.”

17.    Hadits Ketujuhbelas

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Anas radhiyallaah ‘anhu dari Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Sesungguhnya Allah Ta’aala memiliki Malaikat Sayyarah yang mencari halaqah-halaqah dzikir. Dan apabila mereka menemukannya maka mereka mengelilingi tempat-tempat tersebut. Kemudian Allah Ta’aala berfirman: “Naungi mereka dengan rahmat-Ku, mereka adalah orang-orang yang duduk yang tidak mencelakakan pendatang yang ikut duduk bersama mereka.”

18.    Hadits Kedelapanbelas

Diriwayatkan oleh at-Thabrani dan ibn Jarir, dari Abdurrahman ibn Sahl ibn Hanif berkata: “Saat Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam berada di salah satu rumahnya, diturunkanlah ayat: “Sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Rabb mereka di pagi hari dan petang hari.” (Ayat). Kemudian beliau keluar kepada sahabat dan mendapati mereka sedang berdzikir, diantara mereka ada yang sudah beruban, kusam kulit dan hanya memiliki satu pakaian. Melihat mereka, Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam duduk bersama mereka dan bersabda: “Segala puji bagi Allah Ta’aala yang telah menjadikan diantara kalangan ummatku orang-orang yang diperintahkan aku untuk bersabar bersama mereka.”

19.    Hadits Kesembilanbelas

Diriwayatkan oleh al-Imaam Ahmad di dalam az-Zuhd dari Tsabit berkata: “Salman berada di dalam sebuah kelompok yang berdzikir kepada Allah Ta’aala, kemudian Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam melewati mereka sehingga menyebabkan mereka berhenti, kemudian beliau bersabda: “Apa yang kalian ucapkan?”. Jawab kami: “Kami berdzikir kepada Allah Ta’aala.” Selanjutnya beliau bersabda: “Sesungguhnya aku melihat rahmat turun atas kalian, aku menginginkan bersama-sama kalian di dalam rahmat tadi.” Selanjutnya beliau bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan diantara ummatku orang-orang yang diperintahkan aku untuk bersabar bersama mereka.”

20.    Hadits Keduapuluh

Diriwayatkan oleh al-Ishbahani di dalam at-Targhiib, dari Abu Razin al-Aqili, bahwasanya Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda kepadanya: “Maukah engkau aku tunjukkan rajanya perkara yang dengannya engkau dapat meraih kebaikan dunia dan akhirat?”, dia menjawab: “Mau, wahai Rasulullaah.” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau sering-sering mendatangi majelis-majelis dzikir, dan apabila engkau sedang dalam keadaan sendirian, maka gerakkanlah lisanmu untuk berdzikir kepada Allah Ta’aala.”

21.    Hadits Keduapuluh satu

Diriwayatkan oleh ibn Abi ad-Dunya, al-Baihaqi, dan al-Ishbahani dari Anas radhiyallaah ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Sesungguhnya duduk bersama kaum yang berdzikir setelah sholat shubuh hingga terbit matahari, lebih aku sukai daripada segala sesuatu yang disinari matahari. Dan sesungguhnya duduk bersama kaum yang berdzikir setelah sholat ‘ashar hingga terbenamnya matahari, lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya.”

22.    Hadits Keduapuluh Dua

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhani (Bukhari dan Muslim) dari ibn ‘Abbas radhiyallaah ‘anhu berkata: “Sesungguhnya mengeraskan suara dzikir setelah orang-orang menyelesaikan sholat wajib sudah atas persetujuan dari Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam”. Berkata pula ibn ‘Abbas: “Sesungguhnya aku selalu mengetahui apabila mereka telah menyelesaikan sholat, kemudian terdengar mereka berdzikir.”

23.    Hadits Keduapuluh Tiga

Diriwayatkan oleh al-Hakim dari ‘Umar ibn al-Khaththab radhiyallaah ‘anhu bahwasanya Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang masuk ke dalam pasar kemudian mengucap:

لا اله الا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد يحيى ويميت وهو على كل شيء قدير

Maka Allah Ta’aala akan menetapkan baginya sejuta kebaikan dan menghapus sejuta keburukan, dan menaikkan derajatnya dengan sejuta derajat dan dibuatkan rumah di Surga.”

Di dalam beberapa thuruq (jalur mata rantai periwayatan) di hadits ini tertulis “ فنادى ”

Artinya: “Menyeru.”

24.    Hadits Keduapuluh Empat

Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi dan beliau menyatakan shohih, dan an-Nasa’i serta ibn Majah, dari Sa’ib bahwasanya Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: “Jibril ‘alahissalaam mendatangiku dan berkata: ‘Perintahkan para sahabatmu untuk mengeraskan suara mereka di dalam bertakbir.’”

25.    Hadits Keduapuluh Lima

Diriwayatkan oleh al-Maruwzi di dalam kitab al-‘Iidain dari Mujahid, bahwasanya ‘Abdullah ibn ‘Umar dan Abu Hurairah radhiyallaah ‘anhuma mendatangi pasar pada hari-hari sepuluh (dzulhijjah) maka keduanya bertakbir. Tidaklah mereka mendatangi pasar kecuali untuk bertakbir. Dan diriwayatkan pula oleh ‘Ubaid ibn ‘Umair berkata: Sesungguhnya ‘Umar selalu bertakbir di dalam qubbahnya, sehingga seisi masjid juga bertakbir, dan juga seisi pasar juga bertakbir, sehingga seluruh Mina bergemuruh suara takbir. Dan diriwayatkan pula dari Maimun ibn Mahran berkata: Aku dapati manusia mengumandangkan takbir di hari ke sepuluh (dzulhijjah)  sehingga aku memisalkannya seperti gelombang lautan dikarenakan begitu banyaknya.

[Fasal]

Kalau engkau mau memikirkan secara mendalam atas hadits-hadits yang telah kami kemukakan di atas, nyatalah bahwasanya seluruhnya tidak memakruhkan mengeraskan suara di dalam berdzikir, sama sekali tidak, akan tetapi semuanya menunjukkannya sebagai kesunnahan, baik secara langsung maupun secara tersirat seperti halnya yang sudah kami paparkan diatas.

Adapun apabila hadits-hadits di atas secara lahiriyahnya bertentangan dengan hadits: “Sebaik-baik dzikr adalah yang tersembunyi (sirr)”, maka dapat dibandingkan secara mu’aradhah antara hadits-hadits jahr dan sirr di dalam membaca Al-Quran, seperti juga dengan bersedekah secara sirr.  Dalam hal ini al-Imaam an-Nawawi rahimahullaah mengkompromikan hadits-hadits tersebut dengan kesimpulan: “Menyembunyikan (sirr) lebih baik kalau khawatir akan menimbulkan riya’, mengganggu orang yang sedang sholat, atau orang yang sedang tidur. Sedangkan jahr lebih baik dilakukan apabila diluar kondisi-kondisi di atas. Karena pada dzikir secara jahr mengandung banyak amalan, faedahnya dapat mengalir kepada para pendengarnya, disamping agar hati para pedzikir terjaga dan mengkonsentrasikan niatnya kedalam fikirannya serta pendengaran menyimak alunan dzikir sehingga dapat mengusir rasa kantuk dan semakin menambah semangat di dalam berdzikir.”

Beberapa ulama’ berpendapat Sunnah men-jahr-kan sebagian bacaan Al-Quran dan men-sirr-kan sebagiannya. Karena boleh jadi orang yang men-sirr-kan bacaannya merasa bosan dan menyukai kembali apabila membacanya secara jahr. Dan terkadang orang yang men-jahr-kan merasa lelah, sehingga ia dapat beristirahat dengan men-sirr-kan bacaannya. Selesai.

Demikian pula pendapat kami (as-Suyuthi) tentang dzikir, dipilah-pilah seperti ini. Dengan demikian, berhasillah dikompromikan antara hadits-hadits yang mu’aradhah (bertentangan).

Bila kamu bertanya: (Bukankah) Allah Ta’aala telah berfirman: “Dan sebutlah nama Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan tidak dengan mengeraskan suara.”

Aku (as-Suyuthi) mencoba menjawab dengan tiga jawaban:

Pertama: “Ayat tersebut termasuk kategori Makkiyah seperti halnya ayat Al-Isra’: “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu di dalam sholatmu dan janganlah pula merendahkannya”. Sesungguhnya ayat ini diturunkan ketika Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam mengeraskan bacaan Al-Quran dan terdengar oleh orang-orang musyrikin, sehingga mereka musyrikin mencaci-maki ayat-ayat Al-Quran dan yang menurunkannya (Allah Ta’aala). Lalu Allah Ta’aala memerintahkan untuk meninggalkan jahr untuk menutup wasilah (cercaan mereka). Sama halnya dengan pelarangan memaki-maki patung-patung mereka pada firman: ”Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”

Dan alasan pelarangan tersebut sekarang telah sirna. Ini pula yang ditunjukkan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.

Kedua: “Sebagian mufassir, diantaranya: Abdurrahman bin Zaid bin Aslam (guru Imam Malik), dan Ibnu Jarir, mendorong ayat ini kepada  keadaan  pedzikir saat ada pembacaan Al-Quran, bahwa dianjurkan demikian untuk menghormati Al-Quran, agar suara dzikir tidak dikeraskan disisinya. Hal ini diperkuat oleh firman sebelumnya: ”Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah”. Menurut hematku: ‘Saat diperintahkan ‘inshat’ (diam dan memperhatikan) seolah-olah ada kekhawatiran akan kecenderungan kepada menganggur (dari dzikir), maka Allah menegaskan pada ayat selanjutnya, sekalipun ada perintah berhenti dzikir dengan lisan, perintah dzikir dengan hati tetaplah abadi sehingga jangan sampai lalai dari menyebut (nama) Allah Ta’aala. Karena itu, ayat ini diakhiri dengan: ”Janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (dari menyebut nama Allah Ta’aala).”

Ketiga: Para ulama sufi menyebutkan, bahwa ayat di atas dikhususkan buat Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam yang memang telah begitu sempurna. Sedangkan orang-orang selain beliau, yang merupakan tempat was-was dan gudangnya pikiran-pikiran yang jelek, dianjurkanlah mengeraskan suara zikir, karena lebih memberi efek pada menolak kekurangan-kekurangan tersebut. Menurutku, pendapat ulama sufi di atas didukung oleh hadits yang dikeluarkan Al-Bazzar dari Mu’adz bin Jabal berkata: bersabda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam: “Siapa saja yang shalat  pada malam hari hendaklah mengeraskan bacaannya, karena sesungguhnya para Malaikat ikut shalat bersamanya dan mendengar bacaan dia, dan sesungguhnya seluruh jin mukmin yang terbang di udara serta tetangga  yang berada dalam rumahnya ikut pula shalat dan mendengar bacaannya, dan sesungguhnya pengerasan bacaan juga dapat mengusir jin-jin fasiq dan setan-setan jahat dari rumah dan sekitarnya”.

Kalau engkau bertanya: (bukankah) Allah Ta’aala telah berfirman: ”Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” Dan kata ‘melampaui batas’ ditafsirkan dengan ‘mengeraskan suara doa’, maka aku akan menjawab dengan dua jawaban sebagai berikut:

Pertama: Tafsir yang rajih mengenai ayat ini, bahwa ‘melampaui batas’ ditafsirkan dengan ‘melampaui yang diperintahkan’ atau ‘mengada-ngadakan doa yang tidak ada dasarnya dalam agama’. Penafsiran ini diperkuat oleh hadits yang dikeluarkan Ibnu Majah dan Hakim dalam kitab Mustadraknya, sekaligus men-shohihkannya, dari Abu Nu’amah radhiyallaah ‘anh, bahwa Abdullah bin Mughaffal mendengar anaknya berdoa: ”Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu sebuah istana putih di sebelah kanan surga.” Abdullah menegur anaknya: “Aku mendengar Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam bersabda: ‘Akan muncul dalam kalangan umatku nanti suatu kaum yang melampaui batas dalam doa-doa mereka’”. Beginilah penafsiran seorang sahabat yang mulia, yang beliau lebih tahu apa yang dimaksudkan oleh sebuah nash.

Kedua: Anggaplah kita menerima (bahwa ayat di di atas memang melarang mengeraskan suara), tapi hanya mengeraskan suara pada doa, bukan dalam berzikir. Secara khusus doa memang lebih afdhal di-sirr-kan, karena lebih dekat kepada ijabah. Inilah alasannya mengapa Allah Ta’aala berfirman: ”Yaitu tatkala ia (Nabi Zakaria) berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang  lemah-lembut”. Dan karena itulah disunatkan men-sirr-kan bacaan “ta’awwudz” dalam shalat secara ittifaq, karena ia adalah doa.

Kalau engkau bertanya: Telah dinukilkan dari ibn Mas’ud, bahwa beliau menyaksikan suatu kelompok orang yang menyaringkan suara tahlil dalam mesjid, lalu berkata: ”Aku tidak melihat kepada kalian kecuali hanya orang-orang pembuat bid’ah semata”. Kemudian beliau mengusir mereka dari masjid.

Aku (as-Suyuthi) menjawab: Atsar Ibnu Mas’ud ini butuh kepada menjelaskan sanad-sanadnya dan siapa saja yang ada mengeluarkannya dalam kitabnya diantara para Imam Hafidh hadits. Dan, katakanlah memang Atsar itu ‘tsabit’, tetapi kemudian bertentangan dengan banyak hadits yang telah ‘tsabit’ pula di atas. Dan hadits lebih diutamakan kalau terjadi ‘ta’arrudh’. Kemudian, aku melihat secara tidak langsung ada keingkaran dari Abdullah bin Mas’ud terhadap atsarnya sendiri. Diantaranya, berkata Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Az-Zuhd: ‘Husen bin Muhammad menceritakan kepada kami, Mas’udy menceritakan kepada kami dari ‘Amir bin Syaqiq dari Abu Wa-il berkata: ”Banyak orang yang menduga bahwa Abdullah bin Mas’ud selalu melararang berzikir (secara jahr), tetapi tidaklah aku duduk bersamanya di suatu tempat kecuali beliau selalu berdzikir”. Imam Ahmad mengeluarkan dalam ‘Az-Zuhd’ dari Tsabit Al-Banany berkata: ”Sesungguhnya ahli dzikir ketika duduk hendak berdzikir dengan beban dosa yang semisal gunung sekalipun, maka sesungguhnya tatkala mereka bangun dari ‘dzikrullah’ ia tidak lagi mempunyai dosa sedikitpun.

Selesai

Demikian terjemah dari kitab al-Hawi li al-Fatwi pada Sub Bab Natiijat al-Fikr Fi al-Jahr Fi adz-Dzikr yang dapat saya sampaikan, yang menunjukkan dalil-dalil shohih atas disunnahkannya berdzikir secara jahr dan berjamaah yang sudah umum dilaksanakan dan diamalkan di kalangan kaum ahlussunnah wal jama’ah. Semoga bermanfaat.

Wallaahu a’lam.

Inilah Ucapan Imam Bukhari dan Imam Ahmad Yang Dipelintir Wahabi

wahabi crime lab

Kemunculan kaum Mujassimah-musyabbihah (wahabi-salafi) merupakan fitnah untuk menguji keimanan kaum muslimin di dunia ini hingga tiba masa fitnah terbesar di akhir zaman yaitu fitnah dajjal. Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 

يَخْرُجُ نَاسٌ مِنَ اْلمَشْرِقِ يَقْرَؤُونَاْلقُرْانَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ كُلَّمَا قَطَعَ قَرْنٌ نَشَأَ قَرْنٌ حَتَّىيَكُوْنَ آخِرُهُمْ مَعَ اْلمَسِيْخِ الدَّجَّالِ

 

“ Akan muncul sekelompok manusia dari arah Timur, yang membacaal-Quran namun tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali Qarn (kurun /generasi) mereka putus, maka muncul generasi berikutnya hingga generasi akhirmereka akan bersama dajjal “ (Diriwayatkan imam Thabrani di dalamAl-Kabirnya, imam imam Abu Nu’aim di dalam Hilyahnya dan imam Ahmad di dalam musnadnya)

 

Kaum muslimin cukup mengetahui akidah berkaitan kalam Allah bahwasanya kalam Allah adalah bersifat qadim, tidak membutuhkan alat, suara dan huruf, dan al-Quran adalah kalam Allah bukan makhluk. Sampai di sini tidak perlu panjang dan luas lagi untuk menelusuri esensi dan hakikatnya lebih dalam lagi. Karena tak ada satu pun parasahabat dan ulama salaf yang membahas lebih dalam lagi tentang masalah ini dan tentang Dzat Allah, maka membahas lebih dalam tentang hal ini adalah bid’ah, bahkan Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya : “ Renungilah makhluk Allah dan jangan renungi Dzat Allah “.

 

Namun muncullah fitnah kaum yang sangat berani membicarakan hakikat Dzat Allah dan sifat-sifat-Nya lebih dalam lagi, sehingga mereka tersesat jauh dan bahkan menyesatkan para pengikutnya ke jurang tajsim dan tasybih, Naudzu billahi min dzaalik..

 

Makna ucapan imam Bukhari yang disalah pahami wahabi :

 

حركاتهموأصواتهم واكتسابهم وكتابتهم مخلوقة فأما القرآن المتلو المبين المثبت في المصاحفالمسطور المكتوب الموعى في القلوب فهو كلام الله ليس بخلق

 

Gerak, suara, usaha dantulisan adalah makhluk, adapun al-Quran yang dibaca, yang ditetapkan di dalam mushaf-mushaf, yang tertulis, yang ada di dalam dada maka dia adalah kalam Allah bukanlah makhluk “. (Khalqi af’aalil ibaad : 47)

 

Kaum wahabi-salafi memahami ucapan imam Bukhari dengan nafsu dan pemikirannya sendiri sehingga menimbulkan pemahaman bahwa kalam Allah itu bersuara dan berhuruf.

 

Jawaban :

 

Saya jadi teringat sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berikut :

 

سَيَخْرُجُ فِي آخِرِالزَّمانِ قَومٌ أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ يَقُوْلُوْنَ قَوْلَخَيْرِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَؤُونَ اْلقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَمِنَ الدِّيْنَ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ، فَإذَا لَقِيْتُمُوْهُمْفَاقْتُلُوْهُمْ ، فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْراً لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللهِ يَوْمَاْلقِيَامَة

 

 “ Akan keluar di akhir zaman, suatu kaum yang masih muda lagi lemah akalnya, berucap dengan ucapan sbeaik-baik manusia (Hadits Nabi), membaca Al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama Islam sebagaimana anak panah meluncur daribusurnya, maka jika kalian berjumpa dengan mereka, perangilah mereka, karena memerangi mereka menuai pahala di sisi Allah kelak di hari kiamat “.(HR. Imam Bukhari : 3342)

 

Nabi mensifati mereka pada umumnya masih berusia muda  tetapi lemah akalnya, atau itu adalah sebuah kalimat majaz yang bermakna orang-orang yang kurang berpengalaman atau kurang berkompetensi dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah bahkan kalam ulama. Subyektivitas dengan daya dukung pemahamanyang lemah dalam memahaminya, bahkan menafsiri ayat-ayat Al-Qur`an dan nash hadits dengan mengedepankan fanatik dan emosional golongan mereka sendiri.

 

Demikianlah kalam imam Bukhari yang sangat mudah dipahami, mereka pelintir sesuai keinginan nafsu dan pemikiran mereka sendiri tanpa mau menggunakan akal sehat dan merujuk pada penjelasan para ulama besar, sehingga menimbulkan pemahaman yang bertolak belakang dengan apa yang dimaksud oleh imam Bukhari sendiri.

 

Simak dan bacapelan-pelan…! Semoga hidayah menyertai kalian…

 

Imam Bukhari mengatakan :

 

حركاتهموأصواتهم واكتسابهم وكتابتهم مخلوقة فأما القرآن المتلو المبين المثبت في المصاحفالمسطور المكتوب الموعى في القلوب فهو كلام الله ليس بخلق

 

Gerak, suara, usaha dantulisan adalah makhluk, adapun al-Quran yang dibaca, yang ditetapkan di dalam mushaf-mushaf, yang tertulis, yang ada di dalam dada maka dia adalah kalamAllah bukanlah makhluk “. (Khalqi af’aalil ibaad : 47)

 

Poin pertama dari kalam imam Bukhari :

 

حركاتهم وأصواتهمواكتسابهم وكتابتهم مخلوقة

 

“ Gerak,suara, usaha dan tulisan adalah makhluk “

 

Imam Bukhari dengan jelas menyatakan gerakan, suara, usaha dan tulisan adalah makhluk, karena semuanya bersifat baru dan ada permulaanya.

 

Pengertiannya adalah bahwasegala perbuatan, suara dan huruf yang berasal dari manusia adalah makhluk. Dan lebih jelas beliau mengatakan sebagaimana sering dinukil oleh ulama wahabi (tanpa mau memahaminya) berikut :

 

ما زلت أسمع أصحابنايقولون أفعال العباد مخلوقة

 

“ Aku senantiasa mendengar para ashab kami mengatakan bahwa perbuatan hamba adalah makhluk “.

 

Poin kedua dari kalam imamBukhari :

 

فأماالقرآن المتلو المبين المثبت في المصاحف المسطور المكتوب الموعى في القلوب فهوكلام الله ليس بخلق

 

“ Adapun al-Quran yangdibaca, yang ditetapkan di dalam mushaf-mushaf, yang tertulis, yang ada didalam dada maka dia adalah kalam Allah bukanlah makhluk “.

 

Lafadz al-Quran (فأما القرآن) di atas dalam ilmu nahwu kedudukannya menjadi mubtada’, tentu mubtada’ selalu membutuhkan khobarnya. Mana khobarnya ? khobarnya adalah lafadz fahuwa kalamullah (فهو كلام الله), sedangkan kalimat : al-Matluu al-Mubin, al-Mutsbat dan seterusnya adalah menjadi na’at yakni shifat.

Artinya adalah : al-Quranadalah kalamullah, dan al-Quran yang yang dibaca, yang ditetapkan di dalam mushaf-mushaf, yang tertulis, yang ada di dalam dada adalah kalam Allah bukan makhluk.

 

Ada dua pengertian dalam kalam imam Bukhari tersebut yaitu :

 

1. al-Quran yang dibaca,yang ditetapkan di dalam mushaf-mushaf, yang tertulis, yang ada di dalam dada,jika dinisbatkan kepada kalam Allah adalah bukanlah makhluk.

 

2. al-Quran yang ditulisdan dibaca dengan suara dan huruf oleh manusia, maka imam Bukhari menjwab : “perbuatan hamba adalah makhluk (أفعال العباد مخلوقة) “.

 

Manhaj imam Bukhari inilah yang diikuti oleh para ulama asyaa’irah bahwa : definsi al-Quran terbagi menjadi dua Yakni Jika yang dimaksudkan adalah kalam Allah, maka dia adalah sifat kalam yang qadim dan azali yang suci dari alat, suara dan huruf, sedangkan jikayang dimaksudkan adalah kalimat yang terlafadzkan oleh lisan manusia dan terbukukan dalam kertas-kertas, maka dia adalah kalimat-kalimat berhuruf dan bersuara yang baru dan mengibaratkan kepada kalam Allah yang qadim dan azali tersebut.

 

Penjelasan ini sesuaidengan penjelasan para ulama besar Ahlus sunnah :

 

Imam Abu Hanifah (150 H) Mengatakan:

 

وصفاته في الأزل غير محدَثة ولا مخلوقة فمن قال إنها مخلوقة أومحدَثة أو وقف أو شكّ فهو كافر بالله تعالى والقرءان أي كلام الله تعالى فيالمصاحف مكتوب وفي القلوب محفوظ وعلى الألسن مقروء وعلى النبي عليه الصلاة والسلاممنزل ولفظنا بالقرءان مخلوق وكتابتنا له مخلوقة وقراءتنا مخلوقة والقرءان غيرمخلوق

 

“ Sifat-sifat Allah diAzali tidaklah baru dan bukan makhluk (tercipta), barangsiapa yang mengatakanitu makhluk atau baru, atau dia diam (tidak berkomentar), atau dia ragu makadia dihukumi kafir kepada Allah. Al-Quran yakni Kalamullah tertulis dimushaf-mushaf, terjaga dalam hati, terbaca dalam lisan dan diturunkan kepadaNabi Saw. Danlafadz kami dengan al-Quran adalah makhlukpenulisan kami kepada Al-Quran adalah makhluk, bacaan kami dengannya adalah makhluk sedangkan al-Quran bukanlah makhluk “.

 

Kemudian imam Abu Hanifahmelanjutkan :

 

ونحن نتكلم بالآلات والحروف والله تعالى يتكلم بلا ءالة ولا حروف والحروف مخلوقة وكلامالله تعالى غير مخلوق

 

“ Kami berbicara denganalat dan huruf sedangkan Allah Ta’ala berbicara tanpa alat dan huruf, sedangkanhuruf itu makhluk dan kalamullah bukanlah makhluk “.(Disebutkan dalam kitab al-Fiqh al-Akbar,al-Washiyyah, al-Alim w al-Muta’allimdan lainnya)

 

Al-Hafidz Azd-Dzahabi mengomentari kalam imam Bukhari berkaitan lafadz Quran berikut :

 

المسألة هي أن اللفظ مخلوق، سئل عنها البخاري، فوقف واحتجبأن أفعالنا مخلوقة واستدل لذلك ففهم منه الذهلي أنه يوجه مسألة اللفظ، فتكلم فيه.وأخذه بلازم قوله هو وغيره

 

“ Masalah (imam Bukhari) tersebut adalah sesungguhnya lafadz itu adalah makhluk. Imam Bukhari pernah ditanya tentang ini, lalu beliau tidak berkomentar malah beliau berhujjah : “Sesungguhnya semua perbuatan kita adalah makhluk “, beliau menjadikan itusebagai dalil dan ini dipahami oleh imam Adzdzahli bahwasanya imam Bukhari bermaksud masalah lafadz lalu beliau berbicara dengan itu, dan beliau juga selainnya senantiasa meneguhkan ucapannya itu “.(Siyar A’lam an-nubala : 12/457)

 

Ucapan : lafadz al-Quran adalah makhluk, memiliki dua makna yaitu makna haq (benar) dan makna bathil(salah). Mengatakannya secara muthlaq / general baik menafikan atau menetapkan adalah bid’ah, meskipun dia bermaksud makna yang haq ataupun makna yang bathil.Karena sesungguhnya imam Ahmad bin Hanbal tidaklah mencela dan memngatakan jahmiyyah kepada orang yang mengatakannya secara muthlaq kecuali jika ia bermaksud al-Quran.

 

Imam Ahmad bin Hanbal.

 

Al-Hafidz Azd-Dzahabi menukil kalam imam Ahmad bin Hanbal sebagai berikut :

 

من قال: لفظي بالقرآن مخلوق، يريد به القرآن، فهو جهمي

 

“ Barasngsiapa yang mengatakan lafadz dengan al-Quran adalah makhluk, yang dimaksud adalah al-Quran, maka dia adalah seorang jahmi “. (Siyar A’lam an-nubala : 11/511)

 

Mungkin kaum wahabi-salafi akan bingung jika membaca penjelasan Ibnu Taimiyyah berikut tentang Nash dariimam Ahmad bin Hanbal :

 

فلهذاكان المنصوص عن الإمام أحمد وأئمة السنة والحديث أنه لا يقال : ألفاظنا بالقرآنمخلوقة ولا غير مخلوقة

 

“ Oleh sebab itu Nash yangresmi dari imam Ahmad dan para imam Ahlus sunnah dan hadits bahwa tidak bolehdikatakan :Lafadz kita dengan Al-Quran itu makhluk dan juga bukan makhluk “.(Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah, 12/ 375)

 

Di sisi lain Ibnu Taimiyyahmengatakan :

 

والمقصودهنا أن الامام أحمد ومن قبله من أئمة السنة ومن اتبعه كلهم بريئون من الاقوالالمبتدعة المخالفة للشرع والعقل ولم يقل أحد منهم أن القرآن قديم

 

“ Yang dimaksud di sini bahwasanya imam Ahmad dan ulama sebelumnya dari Ahlus sunnah dan para pengikutnya, berlepas diri dari pendapat-pendapat Ahlul bid’ah yang menyelisihi syare’at dan aqal, dan tidak seorang pun dari mereka mengatakan al-Quran ituqadim “. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah : 7/661)

 

Perhatikan : IbnuTaimiyyah mengatakan al-Quran itu tidak bersifat qadim. Inilah di antara bid’ah dhalalah yang dilakukan Ibnu Taimiyyah, Naudzu billahi min dzaalikal fahm, beranikah wahabi-salafi mengkafirkan IbnuTaimiyyah ??

 

Al-Imam al-Isfiraini (w418 H) mengatakan :

 

وأن تعلم أن كلام الله تعالى ليسى بحرف ولاصوت لأن الحرف والصوت يتضمنان جواز التقدم والتأخر، وذلك مستحيل على القديم سبحانه

 

“ Dan hendaknya kamu mengetahui bahwa sesungguhnya kalam Allah itu tidaklah dengan huruf dan suara karena huruf dan suara mengandung bolehnya pendahuluan dan pengakhiran, yang demikian itu mustahil bagi Allah yang Maha Qadim “. (at-Tabhsir fiddin : 102)

 

Dengan ini semakin jelas kerancuan akidah wahabi-salafi yang mengatas namakan imam Ahmad bin Hanbal,mereka hanya merusak citra baik madzhab Hanbali, mereka lah kaum hanabilah yang ekstrem dan ghulat dan kaum pembawa bid’ah dalam aqidah sebagaimana dinyatakan oleh imam Mula Ali al-Qari al-Hanafi (w 1014 H) :

 

ومبتدعة الحنابلة قالوا: كلامه حروف وأصوات تقوم بذاته وهو قديم،وبالغ بعضهم جهلاً حتى قال: الجلد والقرطاس قديمان فضلاً عن الصحف، وهذا قول باطلبالضرورة ومكابرة للحس للإحساس بتقدم الباء على السين في بسم الله ونحوه”

 

“ Para ahli bid’ah darikalangan Hanabilah berkata : “ Kalam Allah berupa huruf dan suara yang berdiri dalam Dzat-Nya dan itu qadim. Bahkan ada yang sampai berlebihan kebodohan mereka dengan berkata : “ Jilid dan Kertas itu bersifat qadim apalagi mushaf “,ini adalah ucapan BATHIL  secara pastidan sifat mukabarah…” (Syarh al-Fiqh al-Akbar : 29-35)

(Oleh: Ibn Abdillah Al-Katiby)

http://www.sarkub.com/2013/inilah-ucapan-imam-bukhari-dan-imam-ahmad-yang-dipelintir-wahabi/

Kungfu Sholihin – Silat muslim sunni syafi’iyah: Pondok Pesantren Barid (padang Panjang) Cabang Al fatah temboro

Martial Art Pon-pes Barid Al-Munawwaroh,Cabang Al-Fatah Temboro,Magetan,Jawa Timur, Indonesia

Sunni asyafi’iyah

 

 

 

 

 

 

Pon-pes Barid Al-Munawwaroh merupakan salah satu cabang dari Pon-pes Temboro yang terletak di Padang Panjang,Tournament ini merupakan salah satu dari lomba akhir tahun yang diadakan pesantren,dengan panitia Ust Dhomiruddin.Juara tournament pada tahun ini (2012) di raih oleh Wildan & Darul Ikhsan.