Kisah Nabi sakit mata parah ketika di asuh kakeknya (abdul muthalib), berdahak dan bersin

Tanda2 sebelum nabi muhammad diangkat jadi nabi (irhasat)…

Note: …klo sesudah diangkat jadi nabi (mukjizat)

  1. Nabi sakit mata parah ketika diasuh kakeknya

Imam Al-Hafidz Abu Al-Faraj Ibnu Al-Jauzi menegaskan dalam Kitab Al Wafa bi Ahwaali Al-Mushtofa hal 97-98

قال الحافظ أبو الفرج ابن الجوزي في « الوفا باحوال المصطفى ﷺ ص ٩٧-٩٨»
في سنة سبع من مولده صلى الله عليه وسلم أصابه رمد شديد فعولج بمكة، فلم يُغْن فقيل لعبد المطلب : إن في ناحية عكاظ راهباً يعالج الأعين، فركب إليه فناداه وديره مغلق فلم يجبه، فتزلزل ديره حتى كاد أن يسقط عليه.
فخرج مبادرًا فقال: يا عبد المطلب، إن هذا الغلام نبي هذه الأمة ولو لم أخرج إليك لخر علي ديرى، فارجع به واحفظه، لا يقتله بعض أهل الكتاب. ثم عالجه وأعطاه ما يعالج به. وألقي الله له المحبة في قلوب قومه وكل من يراه.

Pada tahun ketujuh kelahiran Nabi Muhammad, beliau tertimpa penyaklt mata yang parah dan diobati di Makkah, namun tidak sembuh. Ada yang mengatakan kepada Abdul Muthalib bahwa di ujung pasar Ukazh ada seorang pendeta yang dapat mengobati penyakit. la berangkat menemui pendeta itu. Namun biaranya tertutup dan pendeta itu tidak menerimanya, sehingga biara itu tergoncang. Pendeta itu khawatir kalau biaranya ambruk menimpanya. Maka ia segera keluar, dan berkata, “Wahai Abdul Muthalib, sesungguhnya anak ini adalah Nabi umat ini. Jika aku tidak keluar menemuimu, maka biaraku ini akan ambruk menimpaku. Bawalah ia dan jagalah dirinya dari sebagian Ahli kitab yang ingin membunuhnya secara diam-diam”. Pendeta itu mengobati dan memberi obat kepada beliau. Allah menaruh rasa cinta untuk beliau ke hati-hati kaum beliau serta orang yang melihat beliau.

Riwayat ini juga bisa kita temukan dalam kitab
١.المنهل العذب المورود شرح سنن أبي داود ج ٩/ ص ١٩٨
٢.سبل الهدى و الرشاد ج ٢/ ص ٢

Juga terdapat pada kitab sirah ” Nurilabshar”

Riwayat kisah seperti ini atau yang semisal dengannya sama sekali tidak mengurangi kemuliaan Rasulullah Muhammad ﷺ. Sebaliknya, justru menegaskan sifat Jaiz seorang Rasul bahwa beliau memiliki sifat manusiawi (اعراض البشرية). Hal ini tak lain adalah sifat kemanusiaan yang melekat pada pribadi Rasul. Sebagai manusia biasa, Rasulullah ﷺ makan, minum, tidur, sakit dan lain sebagainya. Bahkan Rasulullah ﷺ pernah lupa, bercanda, menangis sebagaimana umumnya manusia.

Hikmah terbesar Allah menjadikan hal seperti ini, kita sebagai umatnya akan sungguh-sungguh memuliakan Rasulullah ﷺ tapi tidak akan pernah menganggap beliau sebagai Tuhan. Sebab, dalam diri beliau terdapat sifat-sifat kemanusiaan. Di sisi lain Rasulullah ﷺ sebagai uswatun hasanah, maka dengan ada sifat-sifat kemanusiaan seperti itu akan memudahkan umat untuk mengikuti jejak langkahnya.

Wallahu a’lam bish Showab.

2. hadis nabi ketika dahak

konsep-dan-dalil-tabarruk-10-638

Kebanyakan para ulama mengatakan bahwa air ludah hukumnya adalah suci, begitu juga dengan air dahak. Salah satu dalil yang dijadikan dasar oleh mereka adalah riwayat yang disebutkan oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari berikut;

وما تنخم النبي صلى الله عليه وسلم نخامة إلا وقعت في كف رجل منهم فدلك بها وجهه وجلده

“Dan Nabi Saw tidak berdahak kecuali dahak tersebut jatuh pada tangan seseorang dari sahabat. Kemudian dia menggosok-gosokkan dahak tersebut ke mukanya dan kulitnya.”

Riwayat ini berisi penjelasan bahwa ketika Nabi Saw berdahak, maka dahak tersebut tidak jatuh ke tanah, melainkan ditengadah oleh sebagian sahabat dan digosokkan pada wajah dan mukanya. Ini menunjukkan bahwa dahak tidak najis. Karena andaikan najis, pasti Nabi Saw melarang perbuatan sahabat tersebut.

2. Hadis nabi bersin

Bersin Rasulullah dan Bersin Manusia Awam
Bersin Rasulullah dan Bersin Manusia Awam
عن أبي هريرة رضي الله عنه: كَانَ إِذَا عَطَسَ وَضَعَ يَدَهُ أَوْ ثَوْبَهُ عَلَى فِيْهِ وَخَفَضَ بِهَا صَوْتَهُ -الترمذي
Artinya: Dari Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya-,”Bahwasannya Rasulullah Shallahu Alaihi Wasallam jika bersin beliau meletakkan tangannya atau pakaiannya di atas mulutnya, dan dengannya beliau memelankan suara (bersin)” (Riwayat At Tirmidzi, beliau menyatakan,”hadits hasan shahih”)

Dari hadits di atas, Al Munawi menyimpulkan bahwa Rasulullah menahan suara bersin dengan menutup mulut dengan tangan atau baju, dalam riwayat lain menutup wajah. Rasulullah juga tidak berteriak ketika bersin sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan manusia awam.