perencanaan keluarga / keluarga berencana (KB) / alat kontrasepsi dalam islam

 Tinjauan Hukum Islam untuk Peserta Diklat Penyuluh Agama Islam sebagai Tenaga Motivator Keluarga Berencana di Pedesaan)

(Oleh : Drs.H. Zaenuri, M.Ag)

 

 

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Perlu kita renungkan jumlah penduduk Negara kita selalu bertambah, pada akhir tahun 2000 berjumlah 206,264,595 jiwa sedangkan di akhir 2010 menjadi 237,641,326 jiwa(Badan Pusat Statistik, 2010: 16). Sementara lapangan pekerjaan semakin sulit sehingga pengangguran semakin bertambah. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,32 juta orang, oleh karena itu diperlukan gerakan nasional untuk meningkatkan semangat kewirausahaan masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Presiden dalam pidato pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional di Jakarta, Rabu, menjelaskan, jumlah pengangguran itu setara dengan 7,14 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237,8 juta orang.   Yudhoyono menjelaskan, fokus utama pemerintah adalah berusaha menyediakan lapangan kerja bagi para penganggur itu.  Salah satu lapangan pekerjaan yang potensial adalah pegawai instansi negara. Namun, kata presiden, sektor itu tidak mungkin bisa menyerap semua pengangguran. Menurut Presiden Yudhoyono, jumlah pegawai instansi negara saat ini 7.663.570 orang yang terdiri dari pegawai negeri sipil, guru dan dosen, serta TNI/Polri.  (Kommpas.com, 6  Oktober 2011).  Oleh karena itu Kebijakan Progran Keluarga Berancana merupakan langkan yang tepat agar laju pertumbuhan pendudukan dapat dikendalikan untuk diseimbangkan dengan lapangan pekerjaan.

2. Identifikasi Masalah

Menghadapi pertumbuhan pendudukan yang sulit dibendung dapat menyebabkan masalah sosial yang sangat komplek, maka ditemukan identifikasi masalah bahwa pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan lapangan pekerjaan, sehingga tidak menimbulkan kesengsaraan hidup yang berkepanjangan.

3. Perumusan Masalah

Problematika sosial akibat pertumbuhan jumlah pendudukan pasti menimbulkan beberapa masalah, untuk itu dapat dirumuskan bahwa ”Bagaimana Program Keluarga Berencana dapat berhasil menekan jumlah penduduk di Indonesia?

B. Pengertian Keluarga Berencana

Pemahaman Keluarga Berencana perlu dipahami lebih dulu fakta (manath) dalam pengertian sebagai berikut :

1.      Keluarga Berencana berarti pasangan suami istri yang mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai kapan anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang disesuaikan dengan kemampuannya dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya.

2.      Keluarga Berencana (KB) dapat dipahami sebagai suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi sacara nasional. Dalam pengertian ini, KB didasarkan pada teori populasi menurut Thomas Robert Malthus. KB dalam pengertian pertama ini diistilahkan dengan pembatasan kelahiran (tahdid an-nasl).

3.      KB dapat dipahami sebagai aktivitas individual untuk mencegah kehamilan (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana (alat). Misalnya dengan kondom, IUD, pil KB, dan sebagainya. KB dalam pengertian kedua diberi istilah pengaturan kelahiran (tanzhim an-nasl).

4.      KB dalam arti pengaturan kelahiran, yang dijalankan oleh individu maupun program negara untuk mencegah kelahiran (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana, hukumnya diperbolehkan (mubah), bagaimana pun juga motifnya. (Taqiyuddin An-Nabhani, 1999: 148).  Namun kebolehannya disyaratkan tidak adanya bahaya (dharar). Kaidah fiqih menyebutkan :”Segala bentuk bahaya haruslah dihilangkan”. (Adh-dhararu yuzaal) (Imam Suyuthi, tth: 59).

5.      Pandangan Hukum Islam tentang Keluarga Berencana, secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam.

6.      Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa Keluarga Berencan (KB) yang dibolehkan syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Dengan demikian KB disini mempunyai arti sama dengan tanzim al nasl (pengaturan keturunan). Sejauh pengertiannya adalah tanzim al nasl (pengaturan keturunan), bukan tahdid al nasl (pembatasan keturunan) dalam arti pemandulan (taqim) dan aborsi (isqot al-haml), maka KB tidak dilarang. Pemandulan dan aborsi yang dilarang oleh Islam disini adalah tindakan pemandulan atau aborsi yang tidak didasari medis yang syari`i. Adapun aborsi yang dilakukan atas dasar indikasi medis, seperti aborsi untuk menyelamatkan jiwa ibu atau karena analisa medis melihat kelainan dalam kehamilan, dibolehkan bahkan diharuskan. Begitu pula dengan pemandulan, jika dilakukan dalam keadaan darurat karena alasan medis, seperti pemandulan pada wanita yang terancam jiwanya jika ia hamil atau melahirkan maka hukumnya mubah. Kebolehan KB dalam batas pengertian diatas sudah banyak difatwakan , baik oleh individu ulama maupun lembaga-lembaga ke Islaman tingkat nasional dan internasional, sehingga dapat disimpulkan bahwa kebolehan KB dengan pengertian batasan ini sudah hampir menjadi Ijma`Ulama. MUI (Majelis Ulama Indonesia) juga telah mengeluarkan fatwa serupa dalam Musyawarah Nasional Ulama tentang Kependudukan, Kesehatan dan Pembangunan tahun 1983. Betapapun secara teoritis sudah banyak fatwa ulama yang membolehkan KB dalam arti tanzim al-nasl, tetapi kita harus tetap memperhatikan jenis dan cara kerja alat/metode kontrasepsi yang akan digunakan untuk ber-KB.

Dalil kebolehannya antara lain hadis dari sahabat Jabir RA yang berkata:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ: كُنَّا نُعَزِّلُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَّ وَاْلقُرْآنُ يَنْزِلُ (راوه البخارى)

 

”Dahulu kami melakukan azl [senggama terputus] pada masa Rasulullah SAW sedangkan al-Qur`an masih turun.” (HR Bukhari).

 

C. Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana

1. Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana

Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah :

a.       Surat An-Nisa’: 9

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar(S. An-Nisa: 9)

b.      Surat Lukman: 14

 

“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.” (S.Lukman: 14)

c.       Surat al-Qashas: 77

“Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.( S. al-Qashas: 77)

 

D.     Pandangan al-Hadis tentang Keluarga Berencana

Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:

اِنَكَ تَدْرِوَرَثَكَ اَغْنِيَاءٌ خَيْرٌ مِنْ اَنْ تَدْرِهُمْ عَالِةً لِتَكْفَفُوْنَ النَّاسَ (متفق عليه)

“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”

Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain  (masyarakat). Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya direncanakan dan amalkan sampai berhasil.

E.      Hukum Keluarga Berencana

1.      Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang khusus yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam dengan metode ijtihad, yaitu:

اَلاْ َصْلُ فِى اْلاَشْيَاءِ اْلاِبَاحَةِ حَتَّى يَدُلَّ عَلَى الدَّلِيْلِ عَلَى تَحْرِيْمِهَا

“Segala sesuatu pada asalnya adalah diperbolehkan sehingga ada dalil yang menunjukkan atas dilarangnya sesuatu tersebut”

 

2.      Dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, sebagai berikut:

a.       Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

وَلاَ تُلْقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إِلىَ التَّهْلُكَةِ (البقرة :۱٩٥)

“Janganlah kalian menjerumuskan dirimu dalam kerusakan”.

b.      Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan hadits Nabi:

كَادَا اْلفَقْرُ أَنْ تَكُوْنَ كُفْرًا

“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.

c.       Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:

وَلاَ ضَرُرَ وَلاَ ضَرَارَ

“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain”

3.      Menurut Pandangan Ulama’

Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan.

Cara yang diperbolehkan   dengan cara pencegahan kehamilan yang  diperbolehkan oleh syara’ antara lain, menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, diafragma, tablet vaginal , tisue. Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa sang ibu. Dan cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi :

كُنّاَ نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ ص. م. فَلَمْ يَنْهَهَا (رواه مسلم )

“Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak melarangnya” (HR. Muslim)

Selain itu praktek KB untuk mengatur saja, demi kesejahteraan si anak atau kesehatan si ibu. Misalnya, menurut dokter sebaiknya demi kesehatan si ibu, agar melahirkan lagi setelah dua atau tiga tahun ke depan, atau agar jarak antara putra yang satu dengan yang lain tidak terlalu dekat, atau dengan dasar agar pendidikan setiap anak dapat terpantau dengan baik, atau menurut dokter, kalau jaraknya terlalu dekat, akan mengakibatkan si anak kurang normal, atau kurang sehat, maka untuk jenis ini diperbolehkan, karena ada alasan syar’i dan praktek KB tersebut bukan untuk selamanya (sementara waktu saja).

Di antara dalil diperbolehkannya praktek KB untuk jenis kedua ini adalah hadits shahih riwayat Bukhari Muslim yang memperbolehkannya praktek ‘azl. ‘azl adalah menumpahkan sperma di luar vagina, dengan maksud di antaranya agar si isteri tidak hamil, baik demi alasan kesehatan si isteri atau lainnya. Praktek ‘azl ini berlaku umum di kalangan sahabat, dan Rasulullah saw tidak melarangnya.

F. Manfaat Utama Program Keluarga Berencana

PROGRAM Keluarga Berencana (KB) dirumuskan sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakaat melalui batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga, untuk mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKBBS). Dalam ajaran Islam  dikenal dengan keluarga “Sakinah Mawaddah wa rahmat”. Dengan mengikuti program KB sesuai anjuran pemerintah, para akseptor akan mendapatkan tiga manfaat utama optimal, baik untuk ibu, anak dan keluarga, antara lain:

a.       Manfaat Untuk Ibu:

1)      Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan

2)      Mencegah setidaknya 1 dari 4 kematian ibu

3)      Menjaga kesehatan ibu

4)      Merencanakan kehamilan lebih terprogram

b.      Manfaat Untuk Anak:

1)      Mengurangi risiko kematian bayi

2)      Meningkatkan kesehatan bayi

3)      Mencegah bayi kekurangan gizi

4)      Tumbuh kembang bayi lebih terjamin

5)      Kebutuhan ASI eksklusif selama 6 bulan relatif dapat terpenuhi

6)      Mendapatkan kualitas kasih sayang yang lebih maksimal

c.       Manfaat Untuk Keluarga:

1)      Meningkatkan kesejahteraan keluarga

2)      Harmonisasi keluarga lebih terjaga

3)      Meningkatkan kebahagiaan keluarga

G. Penutup

Dengan pelaksanaan program Keluarga Berencana diharapkan jumlah pendudukan dapat diatur untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dan untuk mencegah terjadinya bencana sosial, pengangguran, kriminalitas dan kecelakaan lalulintas semakin meningkat. Na’uzubillah min zalik.

.daftar Pustaka :

Abul Fadl Mohsin Ebrahim, (1997), Aborsi, Kontrasepsi dan Mengatasi Kemandulan , Bandung: Mizan.

Abdurrahman Umran, Prof. (1997), Islam dan KB, Jakarta: PT Lentera Basritama.

Chuzamah, T. Yangro, Dr. H. dkk. (2002), Problematika Hukum Islam Kontemporer,Jakarta: Pustaka Firdaus.

M. Ali Hasan, (1997), Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Masjfuk Zuhdi, Prof. Drs. H, (1997) Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT Toko Gunung Agung.

Musthafa Kamal, Drs. (2002), Fiqih Islam, Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.

Luthfi As-syaukani, (1998),Politik, Ham dan Isu-isu Fiqih Kontemporer, Bandung: Pustaka Hidayah.

—-

Sebelum saya menjawab persoalan KB di atas, perlu saya sampaikan terlebih dahulu tentang di antara maksud dan tujuan pernikahan dalam Islam.

Di antara maksud tujuan agama Islam (maqasih syari’ah) dari adanya pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan (littanasul) dan menghindari suami atau isteri jatuh kepada perbuatan zina.

Oleh karena itu, dalam banyak hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan ummatnya untuk menikahi wanita yang penyayang dan subur (untuk memperoleh keturunan).

Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Ahmad dari Anas bin Malik disebutkan seperti di bawah ini:


Artinya: “Dari Anas bin Malik, bahwasannya Rasulullah saw memerintahkan kami untuk menikah, dan melarang dengan sangat keras untuk tidak menikah. Beliau kemudian bersabda: “Nikahilah oleh kalian (perempuan) yang penyayang dan subur untuk memperoleh keturunan, karena sesungguhnya saya kelak pada hari Kiamat adalah yang paling banyak ummatnya” (HR. Ahmad).

Bahkan, bukan hanya itu, dalam sebuah hadits shahih lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai, dari Ma’qal bin Yasar, bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw sambil berkata: “Ya Rasulullah, saya mendapatkan seorang wanita dari keturunan yang sangat baik dan sangat cantik, akan tetapi dia mandul (tidak dapat hamil), apakah saya boleh menikahinya?” Rasulullah saw menjawab: “Nikahilah oleh kamu (perempuan) yang penyayang dan subur, karena aku kelak pada hari Kiamat yang paling banyak ummatnya”.

Hadits ini, tidak berarti menikahi yang tidak subur tidak boleh, akan tetapi sangat dianjurkan dan alangkah lebih baiknya apabila menikahi wanita-wanita subur yang dapat melahirkan dan menghasilkan keturunan.

Dari hadits-hadits di atas nampak bahwa di antara tujuan utama adanya pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan.

Dalam al-Qur’an, Allah juga mengecam mereka yang tidak mau memperoleh keturunan dengan alasan semata-mata karena takut miskin, rizki seret dan lain sebagainya. Hal ini karena sudah merupakan janji Allah bahwa, Allah yang akan memberikan rizki kepada anak-anak tersebut.

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (QS. Al-Isra: 31).

Dalam ayat lain Allah menegaskan bahwa semua makhluk di bumi ini, Allah yang memberikan rizkinya:

Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)” (QS. Hud: 6).

Dari keterangan-keterangan di atas, jumhur ulama berpendapat bahwa seseorang yang tidak mau mempunyai anak dikarenakan semata-mata hanya karena takut miskin, takut tidak dapat memberikan makan, tidak dibenarkan. Karena dengan melakukan demikian, dinilai tidak meyakini dengan kekuasaan Allah.

Dari sini juga, barangkali kita dapat mengkategorikan praktek KB ini kepada dua bagian besar.
Pertama, melakukan program KB, dengan alasan takut tidak dapat memberikan makan, takut miskin dan lain sebagainya, maka praktek KB seperti ini tidak dibenarkan. Karena hal ini menyangkut keyakinan seorang muslim kepada Allah, bahwa Allah yang akan memberikan rizkinya.

Selain itu, sebagian besar ulama juga mentidakbolehkan seseorang yang melakukan praktek KB dengan jalan memasang alat yang mengakibatkan si wanita tidak dapat hamil selamanya (bukan sementara waktu), tanpa ada alasan syar’i yang dibenarkan, bukan karena demi kesehatan si ibu atau lainnya. Untuk jenis ini, praktek KB tidak diperbolehkan, karena tidak sesuai dengan di antara maksud utama pernikahan dalam Islam.

Kedua, praktek KB untuk mengatur saja, demi kesejahteraan si anak atau kesehatan si ibu. Misalnya, menurut dokter sebaiknya demi kesehatan si ibu, agar melahirkan lagi setelah dua atau tiga tahun ke depan, atau agar jarak antara putra yang satu dengan yang lain tidak terlalu dekat, atau dengan dasar agar pendidikan setiap anak dapat terpantau dengan baik, atau menurut dokter, kalau jaraknya terlalu dekat, akan mengakibatkan si anak kurang normal, atau kurang sehat, maka untuk jenis ini diperbolehkan, karena ada alasan syar’i dan praktek KB tersebut bukan untuk selamanya (sementara waktu saja).

Di antara dalil diperbolehkannya praktek KB untuk jenis kedua ini adalah hadits shahih riwayat Bukhari Muslim yang memperbolehkannya praktek ‘azl. ‘azl adalah menumpahkan sperma di luar vagina, dengan maksud di antaranya agar si isteri tidak hamil, baik demi alasan kesehatan si isteri atau lainnya. Praktek ‘azl ini berlaku umum di kalangan sahabat, dan Rasulullah saw tidak melarangnya. Ini artinya, bahwa praktek tersebut dibenarkan. Di antara dalil yang membolehkan praktek ‘azl ini adalah:

Artinya: “Jabir berkata: “Kami biasa melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw dan pada waktu itu al-Qur’an masih turun” (HR. Bukhari Muslim).


Artinya: “Jabir berkata: “Kami biasa melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw, lalu disampaikan hal itu kepada Rasulullah saw, dan beliau tidak melarang kami” (HR. Muslim).

Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin bab Adab Nikah mengatakan, bahwa para ulama dalam masalah boleh tidaknya ‘azl ini terbagi kepada empat pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa praktek ‘azl dengan cara apa saja diperbolehkan. Pendapat kedua, praktek ‘azl dengan cara dan maksud seperti apapun diharamkan. Pendapat ketiga, praktek ‘azl diperbolehkan, apabila ada idzin dari isteri, apabila tidak ada idzin, maka ‘azl tidak diperbolehkan. Keempat, praktek ‘azl diperbolehkan untuk budak-budak wanita, namun untuk isteri-isteri meredeka tidak dibenarkan.

Imam al-Ghazali kemudian menutup perbedaan di atas dengan mengatakan: “Menurut pendapat yang kuat dalam madzhab kami (madzhab Syafi’i), praktek ‘azl mubah (boleh-boleh saja)”.

Jumhur ulama mengambil pendapat bahwa, ‘azl diperbolehkan sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih riwayat Bukhari Muslim di atas, selama ada idzin dari isteri.

Praktek KB pun dapat dianalogkan (dikiaskan) dengan praktek ‘azl ini, sehingga menurut sebagian besar ulama, praktek KB dengan maksud untuk mengatur keturunan (tanzhim an-nasl), dan bukan dalam artian tidak mau melahirkan selamanya (man’un nasl), diperbolehkan, sebagaimana proses ‘azl yang dilakukan para sahabat di atas.

Kemudian, apakah praktek KB jenis kedua, tidak berarti membunuh anak sebagaimana diharamkan dalam ayat 31 surat al-Isra? Tentu jawabannya tidak. Karena, praktek ‘azl atau KB jenis kedua ini, terjadi sebelum menjadi anak, terjadi proses kehamilan. Oleh karenanya tidak dikategorikan sebagai membunuh anak sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. Wallaahu a’lam bis shawab.

bukti video khawarij wahabi alqaida (jabhah nusrah ) pembunuh muslim sunni dengan gas saraf

bukti video  khawarij wahabi alqaida (jabhah nusrah ) pembunuh muslim sunni dengan gas saraf

lihat jenggot jenggot jabhah nusrah dan seragam FSA (jenggot tanpa kopiah = khas khawarij wahaby ihwan)

Polisi Turki Tangkap 12 Terduga Teroris dan 2 kg gas sarin

  • Jumat, 31 Mei 2013 | 14:36 WIB
Dua buah bom mobil meledak di kota Reyhanli, Turki yang terletak di dekat perbatasan dengan Suriah akhir pekan lalu. Akibat dua bom mobil itu, 51 orang tewas. | AFP
0
167
6

ANKARA, KOMPAS.com — Pemerintah Turki menahan 12 orang yang diduga merupakan anggota organisasi teroris dalam penggerebekan yang digelar di berbagai wilayah negeri itu. Demikian media massa Turki mengabarkan, Jumat (31/5/2013).

Polisi melakukan penggerebekan di kota terbesar Turki, Istanbul, selain di sejumlah provinsi dekat perbatasan Suriah seperti Mersin, Adana, dan Hatay. Demikian penjelasan Gubernur Adana, Huseyin Avni Cos.

Gubernur Cos menambahkan, dalam penggerebekan yang digelar Kamis (30/5/2013) itu, ditemukan bahan-bahan kimia tak dikenal yang kini dalam penelitian. Namun, Cos membantah pernyataan media yang menyebut sejumlah kecil gas sarin ditemukan dalam operasi itu.

“Enam dari 12 orang yang ditangkap kemudian dibebaskan. Sementara enam lainnya kini menjalani pemeriksaan lebih lanjut,” kata Cos tanpa menyebut organisasi yang menjadi incaran penggerebekan polisi itu.

Sebelumnya, sejumlah media Turki mengabarkan mereka yang ditangkap itu terkait kelompok militan Suriah Front Al-Nusra yang berafiliasi dengan Al Qaeda.

Kelompok yang ditahan di Adana ini diduga kuat merencanakan serangan bom di Turki dan mereka juga memiliki dua kilogram gas Sarin.

Penggerebekan polisi ini seakan menjadi bukti meningkatnya kekhawatiran perang saudara Suriah yang sudah berlangsung dua tahun kini menyebar ke negara-negara tetangganya.

http://internasional.kompas.com/read/2013/05/31/14361972/Polisi.Turki.Tangkap.12.Terduga.Teroris

Syrian rebels used Sarin nerve gas, not Assad’s regime: U.N. official

Testimony from victims strongly suggests it was the rebels, not the Syrian government, that used Sarin nerve gas during a recent incident in the revolution-wracked nation, a senior U.N. diplomat said Monday.

Carla del Ponte, a member of the U.N. Independent International Commission of Inquiry on Syria, told Swiss TV there were “strong, concrete suspicions but not yet incontrovertible proof,” that rebels seeking to oust Syrian strongman Bashar al-Assad had used the nerve agent.


PHOTOS: Say hello, Assad: See the Navy warships off the coast of Syria


But she said her panel had not yet seen any evidence of Syrian government forces using chemical weapons, according to the BBC, but she added that more investigation was needed.

Damascus has recently facing growing Western accusations that its forces used such weapons, which President Obama has described as crossing a red line. But Ms. del Ponte’s remarks may serve to shift the focus of international concern.

Ms. del Ponte, who in 1999 was appointed to head the U.N. war crimes tribunals for Yugoslavia and Rwanda, has sometimes been a controversial figure. She was removed from her Rwanda post by the U.N. Security Council in 2003, but she continued as the chief prosecutor for the Yugoslav tribunal until 2008.

Ms. del Ponte, a former Swiss prosecutor and attorney general, told Swiss TV: “Our investigators have been in neighboring countries interviewing victims, doctors and field hospitals. According to their report of last week, which I have seen, there are strong, concrete suspicions but not yet incontrovertible proof of the use of sarin gas, from the way the victims were treated.”

She gave no further details, the BBC said.

The UN Independent International Commission of Inquiry on Syria was established in August 2011 to examine alleged violations of human rights in the Syrian conflict which started in March that year.


SEE ALSO: Syria to Secretary of State John Kerry: You’re lying


It is due to issue its next report to the UN Human Rights Council in Geneva in June.

Rebel Free Syrian Army spokesman Louay Almokdad denied that rebels had use chemical weapons.

“In any case, we don’t have the mechanism to launch these kinds of weapons, which would need missiles that can carry chemical warheads, and we in the FSA do not possess these kind of capabilities,” Mr. Almokdad told CNN.

“More importantly, we do not aspire to have (chemical weapons) because we view our battle with the regime as a battle for the establishment of a free democratic state. … We want to build a free democratic state that recognizes and abides by all international accords and agreements — and chemical and biological warfare is something forbidden legally and internationally.”

Read more: http://www.washingtontimes.com/news/2013/may/6/syrian-rebels-used-sarin-nerve-gas-not-assads-regi/#ixzz2e0JfviLr
Follow us: @washtimes on Twitter

pedang milik nabi muhammad saw.

Pedang milik Nabi Muhammad SAW

Berikut adalah pedang-pedang yang pernah dipakai oleh Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya untuk berdakwah, jumlah total pedang yang pernah digunakan ada 9 buah.

1. Al Ma’thur

Juga dikenal sebagai ‘Ma’thur Al-Fijar’ adalah pedang yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW sebelum dia menerima wahyu yang pertama di Mekah. Pedang ini diberi oleh ayahnya, dan dibawa waktu hijrah dari Mekah ke Medinah sampai akhirnya diberikan bersama-sama dengan peralatan perang lain kepada Ali bin Abi Thalib.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 99 cm. Pegangannya terbuat dari emas dengan bentuk berupa 2 ular dengan berlapiskan emeralds dan pirus. Dekat dengan pegangan itu terdapat Kufic ukiran tulisan Arab berbunyi: ‘Abdallah bin Abd al-Mutalib’.

2. Al ‘Adb

Al-’Adb, nama pedang ini, berarti “memotong” atau “tajam.” Pedang ini dikirim ke para sahabat Nabi Muhammad SAW sesaat sebelum Perang Badar. Dia menggunakan pedang ini di Perang Uhud dan pengikut-pengikutnnya menggunakan pedang ini untuk menunjukkan kesetiaan kepada Nabi Muhammad SAW. Sekarang pedang ini berada di masjid Husain di Kairo Mesir.

3. Dhu Al Faqar

Dhu Al Faqar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan pada waktu perang Badr. Dan dilaporkan bahwa Nabi Muhammad SAW memberikan pedang ini kepada Ali bin Abi Thalib, yang kemudian Ali mengembalikannya ketika Perang Uhud dengan bersimbah darah dari tangan dan bahunya, dengan membawa Dhu Al Faqar di tangannya.
Banyak sumber mengatakan bahwa pedang ini milik Ali Bin Abi Thalib dan keluarga. Berbentuk blade dengan dua mata.

4. Al Battar

Al Battar adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Pedang ini disebut sebagai ‘Pedangnya para nabi’, dan di dalam pedang ini terdapat tulisan Arab seperti berikut:
‘Nabi Daud AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS, Nabi Harun AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Zakaria AS, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS, Nabi Muhammad SAW’.

Di dalamnya juga terdapat gambar Nabi Daud AS ketika memotong kepala dari Goliath, orang yang memiliki pedang ini pada awalnya. Di pedang ini juga terdapat tulisan yang diidentifikasi sebagai tulisan Nabataean.

Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 101 cm. Dikhabarkan bahawa ini adalah pedang yang akan digunakan Nabi Isa AS kelak ketika dia turun ke bumi kembali untuk mengalahkan Dajjal.

KEMBALINYA AL-BATTAR DIGENGGAMAN ISA AS,

Al Battar, adalah pedang yang dahulu digunakan Nabi-Nabi pilihan Allah, tertulis nama Nabi-nabi Allah pada ukirannya; Daud as, Sulaiman as, Musa as, Harun as, Yusya as, Zakariya as, Yahya as, Isa as, dan Muhammad SAW. Juga ada ukiran gambar nabi Daud saat mengalahkan Jalut.

Pedang al-Batar akan kembali di gunakan Isa as, untuk membunuh Dajjal. Saat Al-Battar digenggam Isa as, menandai akhir dari pedang sebagai simbolitas perang dan kekerasan.

“Jika pedang termanifestasi atas umatku, tidak bisa ditanggalkan sampai tibanya Hari yang dijanjikan.” [Hr. Tirmizy, kitab Al-Mishkat. 5394]

• Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda;

“…Ketika mereka sedang bersiap-siap untuk perang dan merapatkan barisan, tiba-tiba adzan dikumandangkan, lalu Isa putra Maryam turun. Saat Dajjal melihatnya, maka dia meleleh seperti garam di dalam air, seandainya dibiarkan niscaya dia pasti binasa, akan tetapi Allah membunuhnya lewat tangan Isa. Lalu Isa memperlihatkan darah DI PEDANG-NYA kepada mereka.” [Hr. Muslim 2897, Kitab Al-Fitan, di sebagian kitab tercatat tombak]

• “Isa, anak Maryam, akan menjadi penguasa yang adil dan bijaksana di atas seluruh bangsa….PERMUSUHAN dan KEBENCIAN akan menghilang….apa saja yang bersengat akan kehilangan sengatnya, sehingga anak-anak boleh bermain-main dengan ular berbisa tanpa terluka dan singa pun menjadi jinak. Serigala akan seperti anjing di antara domba, dan seluruh dunia akan sarat dengan perdamaian seperti sebuah bejana yang terisi air.

PERANG AKAN BERAKHIR, bumi akan seperti sebuah piring perak. Tanaman akan berbuah seperti di saat Nabi Adam hidup, sehingga sekelompok orang akan berkumpul bersama mengelilingi sepiring buah anggur yang manis dan segar, dan mereka akan puas. Sapi jantan akan murah sekali, begitu juga kuda-kuda.

Kemudian, umat manusia akan berkata: ‘O Rasulullah, apa yang membuat kuda-kuda menjadi murah?’ Ia berkata, ‘Karena tidak dipakai untuk berperang lagi.’ Kemudian, mereka bertanya kembali, ‘Apa yang membuat sapi-sapi jantan sangat murah?’ Ia menjawab, ‘…Karena seluruh muka bumi akan dibajak.’ [Kitab Kanzul Umal, Al-Muttaqi al-Hind, Jilid 17, Hadis No. 919]

5. Hatf

Hatf adalah sebuah pedang Nabi Muhammad SAW sebagai hasil rampasan dari Banu Qaynaqa. Dikisahkan bahwa Nabi Daud AS mengambil pedang ‘Al Battar’ dari Goliath sebagai rampasan ketika dia mengalahkan Goliath tersebut pada saat umurnya 20 tahun.

Allah SWT memberi kemampuan kepada Nabi Daud AS untuk ‘bekerja’ dengan besi, membuat baju baja, senjata dan alat perang, dan dia juga membuat senjatanya sendiri. Dan Hatf adalah salah satu buatannya, menyerupai Al Battar tetapi lebih besar dari itu.
Dia menggunakan pedang ini yang kemudian disimpan oleh suku Levita (suku yang menyimpan senjata-senjata barang Israel) dan akhirnya sampai ke tangan Nabi Muhammad SAW. Sekarang pedang ini berada di Musemum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade, dengan panjang 112 cm dan lebar 8 cm.

6. Al Mikhdham

Ada yang mengkhabarkan bahawa pedang ini berasal dari Nabi Muhammad SAW yang kemudian diberikan kepada Ali bin Abi Thalib dan diteruskan ke anak-anaknya Ali. Tapi ada kabar lain bahwa pedang ini berasal dari Ali bin Abi Thalib sebagai hasil rampasan pada serangan yang dia pimpin di Syria.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 97 cm, dan mempunyai ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Zayn al-Din al-Abidin’.

7. Al Rasub

Ada yang mengatakan bahwa pedang ini dijaga di rumah Nabi Muhammad SAW oleh keluarga dan sanak saudaranya seperti layaknya bahtera (Ark) yang disimpan oleh bangsa Israel.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 140 cm, mempunyai bulatan emas yang didalamnya terdapat ukiran tulisan Arab yang berbunyi: ‘Ja’far al-Sadiq’.

8. Al Qadib

Al-Qadib berbentuk blade tipis sehingga bisa dikatakan mirip dengan tongkat. Ini adalah pedang untuk pertahanan ketika bepergian, tetapi tidak digunakan untuk peperangan.
Ditulis di samping pedang berupa ukiran perak yang berbunyi syahadat:
“Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad Rasul Allah – Muhammad bin Abdallah bin Abd al-Mutalib.”
Tidak ada indikasi dalam sumber sejarah bahwa pedang ini telah digunakan dalam peperangan. Pedang ini berada di rumah Nabi Muhammad SAW dan kemudian hanya digunakan oleh khalifah Fatimid.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Panjangnya adalah 100 cm dan memiliki sarung berupa kulit hewan yang dicelup.

9. Qal’i

Pedang ini dikenal sebagai “Qal’i” atau “Qul’ay.” Nama yang mungkin berhubungan dengan tempat di Syria atau tempat di dekat India Cina. Ulama negara lain bahwa kata “qal’i” merujuk kepada “timah” atau “timah putih” yang di tambang berbagai lokasi.
Pedang ini adalah salah satu dari tiga pedang Nabi Muhammad SAW yang diperoleh sebagai rampasan dari Bani Qaynaqa. Ada juga yang melaporkan bahwa kakek Nabi Muhammad SAW menemukan pedang ini ketika dia menemukan air Zamzam di Mekah.
Sekarang pedang ini berada di Museum Topkapi, Istanbul. Berbentuk blade dengan panjang 100 cm. Didalamnya terdapat ukiran bahasa Arab berbunyi: “Ini adalah pedang mulia dari rumah Nabi Muhammad SAW, Rasul Allah.”
Pedang ini berbeda dari yang lain karena pedang ini mempunyai desain berbentuk gelombang

Meluruskan Propaganda “Pengikut Ahli Hadits” kaum wahaby tanpa sanad

meluruskan propaganda pengikut ahli hadits

Assalamu’alaikum wr wb Ustadz Muhammad Idrus Ramli yang kami hormati. Dewasa ini kami sering mendengar satu kelompok, yang sering membid’ah-bid’ahkan dan mensyirikkan mayoritas umat Islam yang menggelar Maulid, Tahlilan, Ziarah Wali Songo dan lain-lain. Anehnya mereka mengklaim sebagai pengikut ahli hadits dan madzhab Rasulullah SAW. Sedangkan kami oleh mereka, dianggap sebagai pengikut ahli bid’ah. Sebenarnya bagaimana madzhab ahli hadits itu? Benarkan mereka memang pengikut ahli hadits? Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih.

Wassalam

Jawaban :

Saudara penanya yang terhormat, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda dan kita semua, amin ya Robbal ‘alamin. Perlu Anda ketahui, bahwa di antara propaganda yang sering digunakan oleh kaum Salafi-Wahabi untuk membenarkan posisi mereka sebagai satu-satunya golongan yang layak disebut Ahlussunnah Wal-Jama’ah, adalah klaim mereka sebagai satu-satunya representasi ahli hadits. Sementara selain mereka, dianggap sebagai ahli bid’ah dan bukan pengikut ahli hadits. Dengan propaganda semacam ini mereka sangat mudah dalam mengelabui dan mempengaruhi kalangan awam yang tidak mengerti fakta dan realita ahli hadits. Oleh karena itu pertanyaan Anda sangat penting untuk kami uraikan di sini.

Pada dasarnya, ahli hadits tidak memiliki madzhab tertentu yang menyatukan pemikiran mereka, baik dalam bidang akidah maupun dalam bidang fiqih. Kitab-kitab tentang rijal al-hadits dan biografi ahli hadits, menyebutkan dengan gamblang bahwa di antara ahli hadits ada yang mengikuti aliran Syiah, Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Mujassimah, madzhab al-Asyari, al-Maturidi dan aliran-aliran pemikiran yang lain. Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi menulis data 87 nama-nama perawi hadits Shahih al-Bukhari dan Muslim yang terindikasi atau terbukti mengikuti faham Murjiah, Nashibi, Syiah, Qadariyah dan Khawarij, (Lihat: al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqrib al-Nawawi, juz 1, hlm. 178).

Di antara mereka ada juga yang mengikuti akidah sayap ekstrim madzhab Hanbali (ghulat al-hanabilah) yang disebarkan oleh Ibnu Taimiyah dan diklaim sebagai madzhab salaf dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Dari sini, klaim kaum Wahabi bahwa mereka pengikut ahli hadits, menimbulkan pertanyaan, “Ahli hadits yang mana yang mereka ikuti?”

Hanya saja, apabila kita menelusuri literatur sejarah dengan cermat dan mendalam, maka akan didapati suatu fakta, bahwa dalam bidang akidah, mayoritas ahli hadits mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. Dalam konteks ini, al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi berkata:

ثُمَّ بَعْدَهُمْ شَيْخُ النَّظَرِ وَإِمَامُ اْلآَفَاقِ فِي الْجَدَلِ وَالتَّحْقِيْقِ أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنِ إِسْمَاعِيْلَ اْلأَشْعَرِيُّ الَّذِيْ صَارَ شَجاً فِيْ حُلُوْقِ الْقَدَرِيَّةِ …. وَقَدْ مَلأَ الدُّنْيَا كُتُبُهُ، وَمَا رُزِقَ أَحَدٌ مِنَ الْمُتَكَلِّمِيْنَ مِنَ التَّبَعِ مَا قَدْ رُزِقَ، لِأَنَّ جَمِيْعَ أَهْلِ الْحَدِيْثِ وَكُلَّ مَنْ لَمْ يَتَمَعْزَلْ مِنْ أَهْلِ الرَّأْيِ عَلىَ مَذْهَبِهِ.

“Pada generasi berikutnya adalah Guru Besar pemikiran dan pemimpin berbagai daerah dalam hal perdebatan dan penelitian, Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari yang telah menjadi kesedihan dalam kerongkongan kaum Qadariyah … Buku-bukunya telah memenuhi dunia. Tak seorang pun dari ahli kalam yang memiliki pengikut sebanyak beliau, karena semua ahli hadits dan semua ahl al-ra’yi yang tidak mengikuti Mu’tazilah adalah pengikut madzhabnya”. (Al-Baghdadi, Ushul al-Din, hal. 309-310).

Selanjutnya al-Imam Tajuddin al-Subki  juga berkata:

وَهُوَ يَعْنِيْ مَذْهَبَ اْلأَشَاعِرَةِ مَذْهَبُ الْمُحَدِّثِيْنَ قَدِيْمًا وَحَدِيْثًا.

“Madzhab Asya’irah adalah madzhab para ahli hadits dulu dan sekarang”. (Al-Subki, Thabaqat al-Syafi’iyyah al-Kubra, juz 4, hal. 32.)

Di antara ahli hadits yang sangat populer mengikuti madzhab al-Asy’ari adalah Ibnu Hibban, al-Daraquthni, Abu Nu’aim, Abu Dzar al-Harawi, al-Hakim, al-Khaththabi, al-Khathib al-Baghdadi, al-Baihaqi, Abu Thahir al-Silafi, al-Sam’ani, Ibnu ‘Asakir, al-Qadhi ‘Iyadh, Ibnu al-Shalah, al-Nawawi, Abu Amr al-Dani, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Abi Jamrah, al-Kirmani, al-Mundziri, al-Dimyathi, al-‘Iraqi, al-Haitsami, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Sakhawi, al-Suyuthi, al-Qathalani, al-Ubbi, Ali al-Qari dan lain-lain. Kesimpulannya, mayoritas ahli hadits dalam bidang akidah mengikuti madzhab al-Asy’ari.

Sementara dalam bidang fiqih, di antara ahli hadits ada yang mengikuti madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali dan madzhab-madzhab fiqih yang lain. Hanya saja, apabila kita mengkaji kitab-kitab biografi ahli hadits seperti kitab Tadzkirah al-Huffazh karya al-Dzahabi, Thabaqat al-Huffazh karya al-Suyuthi dan lain-lain, akan kita dapati bahwa mayoritas ahli hadits mengikuti madzhab Syafi’i. Sebagian ulama mengatakan bahwa 80 % ahli hadits mengikuti madzhab Syafi’i. Al-Imam Syah Waliyullah al-Dahlawi al-Hanafi, seorang ahli hadits dan pakar fiqih berkebangsaan India, memberikan kesaksian tentang keistimewaan madzhab Syafi’i dibandingkan dengan madzhab-madzhab fiqih yang lain ditinjau dari tiga hal:

  1. Ditinjau dari aspek sumber daya manusia, madzhab Syafi’i adalah madzhab terbesar dalam memproduksi mujtahid muthlaq dan mujtahid madzhab, madzhab terbanyak memiliki pakar ushul fiqih, teologi, tafsir dan syarih (komentator) hadits.
  2. Ditinjau dari segi materi keilmuan, madzhab Syafi’i adalah madzhab yang paling kokoh dari segi sanad dan periwayatan, paling kuat dalam menjaga keotentikan teks-teks perkataan imamnya, paling bagus dalam membedakan antara perkataan Imam Syafi’i (aqwal al-Imam) dengan pandangan murid-muridnya (wujuh al-ashhab), paling kreatif dalam menghukumi kuat dan tidaknya sebagian pendapat dengan pendapat yang lain dalam madzhab. Demikian ini akan dimaklumi oleh seseorang yang meneliti dan mengkaji berbagai madzhab.
  3. Ditinjau dari segi referensi, hadits-hadits dan atsar yang menjadi sumber materi fiqih madzhab Syafi’i telah terkodifikasi dan tertangani dengan baik. Hal ini belum pernah terjadi kepada madzhab fiqih yang lain. Di antara materi madzhab Syafi’i adalah al-Muwaththa’, Shahih al-Bukhari, Muslim, karya-karya Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Darimi, al-Nasa’i, al-Daraquthni, al-Baihaqi dan al-Baghawi.

Selanjutnya al-Imam al-Dahlawi  mengakhiri kesaksiannya dengan berkata:

وَإِنَّ عِلْمَ الْحَدِيْثِ وَقَدْ أَبَى أَنْ يُنَاصِحَ لِمَنْ لَمْ يَتَطَفَّلْ عَلىَ الشَّافِعِيِّ وَأَصْحَابِهِ رضي الله عنهم وَكُنْ طُفَيْلِيَّهُمْ عَلىَ أَدَبٍ، فَلاَ أَرىَ شَافِعًا سِوىَ اْلأَدَبِ.

“Sesungguhnya ilmu hadits benar-benar enggan memberi dengan tulus kepada orang yang tidak membenalu kepada Imam Syafi’i dan murid-muridnya radhiyallahu ‘anhum. Jadilah kamu benalu kepada mereka dengan beretika, karena aku tidak melihat penolong selain etika”. (Waliyullah Ahmad bin Abdurrahim al-Dahlawi, al-Inshaf fi Bayan Sabab al-Ikhtilaf, hal. 38-39.)

Kesaksian al-Dahlawi di atas, bahwa madzhab Syafi’i merupakan perintis dan pemimpin umat Islam dalam ilmu hadits, sangat penting, mengingat otoritas keilmuan al-Dahlawi sebagai seorang pakar hadits dan fiqih yang bermadzhab Hanafi yang diakui oleh seluruh ulama, dan beliau bukan pengikut madzhab Syafi’i. Seandainya yang berkata, seorang pengikut madzhab al-Syafii, mungkin orang lain akan berkata, bahwa beliau sedang memuji madzhabnya sendiri. Kesaksian tersebut diperkuat dengan fakta sejarah bahwa pada masa silam, istilah ahli hadits identik dengan para ulama madzhab Syafi’i. Dalam konteks ini, al-Hafizh al-Sakhawi  berkata:

قَالَ النَّوَوِيُّ رحمه الله، وَنَاهِيْكَ بِهِ دِيَانَةً وَوَرَعًا وَعِلْمًا، فِيْ زَوَائِدِ الرَّوْضَةِ مِنْ بَابِ الْوَقْفِ: وَالْمُرَادُ بِأَصْحَابِ الْحَدِيْثِ الْفُقَهَاءُ الشَّافِعِيَّةُ، وَأَصْحَابِ الرَّأْيِ الْفُقَهَاءُ الْحَنَفِيَّةُ اهـ وَمَا أَحَقَّهُمْ بِالْوَصْفِ بِذَلِكَ.

“Imam al-Nawawi rahimahullah berkata –betapa hebatnya beliau dalam segi keagamaan, kewara’an dan keilmuan-, dalam Zawaid al-Raudhah, pada bagian bab waqaf: “Yang dimaksud engan ahli hadits adalah fuqaha Syafi’iyah, sedangkan ahl al-ra’yi adalah fuqaha Hanafiyah”. Alangkah berhaknya mereka dikatakan demikian”.[1]

Di antara ahli hadits yang mengikuti madzhab Syafi’i adalah al-Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Isma’ili, al-Daraquthni, Abu Nu’aim, al-Khathib al-Baghdadi, al-Hakim, al-Khaththabi, al-Baihaqi, al-Silafi, Ibnu Asakir, al-Sam’ani, Ibnu al-Najjar, Ibnu al-Shalah, al-Nawawi, al-Dimyathi, al-Mizzi, al-Dzhahabi, Ibnu Katsir, al-Subki, Ibnu Sayyidinnas, al-‘Iraqi, al-Haitsami, Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Sakhawi, al-Suyuthi dan lain-lain.

Paparan di atas menyimpulkan, bahwa ahli hadits tidak memiliki paradigma tertentu yang menyatukan pemikiran mereka dalam satu madzhab, baik dalam bidang fiqih maupun akidah. Ahli hadits menyebar di berbagai madzhab keislaman, baik dalam fiqih maupun akidah. Hanya saja, apabila dikaji secara seksama, akan disimpulkan bahwa mayoritas ahli hadits dalam hal akidah mengikuti madzhab Asy’ari, dan dalam hal fiqih mengikuti madzhab Syafi’i. Sehingga tidak heran apabila dalam perjalanan sejarah, ahli hadits identik dengan madzhab Syafi’i.

Dari sini sebagian ulama terkemudian memberikan kesimpulan yang cukup praktis bahwa al-firqah al-najiyah atau Ahlussunnah Wal-Jama’ah, adalah golongan mayoritas umat Islam yang mengikuti salah satu madzhab fiqih yang empat dan mengikuti akidah madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. Sedangkan pengakuan kaum Salafi-Wahabi bahwa merekalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan ahli hadits, masih perlu dikaji secara ilmiah dan obyektif. Mengingat mayoritas ahli hadits justru berbeda dengan mereka. Wallahu a’lam.

[1] Al-Hafizh al-Sakhawi, al-Jawahir wa al-Durar fi Tarjamah Syaikh al-Islam Ibn Hajar, juz 1, hal. 79.

Sumber: www.idrusramli.com

Simak di: http://www.sarkub.com/2013/meluruskan-propaganda-pengikut-ahli-hadits/#ixzz2aluED3xk
Salam Aswaja by Tim Menyan United
Follow us: @T_sarkubiyah on Twitter | Sarkub.Center on Facebook