Fitnah Wahaby (Salafy Palsu) di Bulan Ramadhan (3) : Sunnahnya Melafadzkan Niat , Bershalawat dan Memberi Komando Shalat Tarawih Berjamaah

Fitnah dan Bid’ah Wahaby (Salafy Palsu) di Bulan Ramadhan (3) : Sunnahnya Melafadzkan Niat , Bershalawat dan Memberi Komando Shalat Tarawih Berjamaah

Diantara Fitnah wahhaby dibulan Ramadhan :

  1. Wahaby mensyariatkan Shalat Sunnah Tarawih 8 rekaat, padahal tidak ada satupun Imam Madzab Sunni yang mensyariatkan bahkan Ibnu Taymiyahjuga fatwakan tarawih 20 rekaat
  2. Wahaby Mensyariatkan  Makan Sahur sampai mendekati waktu iqamat shalat subuh dengan dalih mengakhirkan sahur.
  3. WahabyMembid’ahkan Niat Puasa Wajib di Bulan Ramadhan
  4. Wahaby Membid’ahkan membaca shalawat kepada nabi dan shahabat selepas shalat tarawih
  5. Wahaby Membid’ahkan komando diantara shalat tarawih
  6. wahaby Membid’ahkan tadarus dibulan ramadhan
  7. Wahaby Membid’ahkan ziarah kubur dibulan ramadhan
  8. Wahaby Membid’ahkan amalan membangunkan sahur dan shalat malam

*untuk menjawab point 1 dan 2 lihat:

Fitnah dan Bid’ah Wahaby (Salafy Palsu) di Bulan Ramadhan (2) : Dalil Imsak

Dibulan ramadhan yang penuh berkah ini, Allah Subhanahu wata’ala melipat gandakan pahala amalan sunnah  sehingga menjadi seperti pahala amalan wajib. Sedangkan amalan wajib  adalah seumpama menunaikan 70 amalan wajib (fardhu) dibulan yang lain (Mafhum hadits dari Salman Ra. hadits Riwayat Imam baihaqi, Ibnu Hibban, Ibnu khuzaimah, al-ashbahani, dalam kitab shahihnya dsb).

Maka umat islam berbondong-bondang melakukan amalan-amalan sunnah pada bulan ramadhan ini. Malangnya musuh islam wahhaby menyebarkan fitnah dan membidahkan amalan umat islam (Lihat artikel sesat wahaby Majalah Al-Furqon, Edisi Khusus Th. Ke -9 Romadhon-Syawal 1430 H (September dan Oktober 2009) hal. 35-38.)

Hamba yang dhaif ini mencoba membuat  bantahan terhdap fitnah wahaby dibulan ramadhan, bagi anda yang lebih alim dan lebih teliti lagi mungkin akan menemukan lebih banyak lagi dalil-dalil untuk membantah fitnah keji kaum mujasimmah wahhaby badwi najd ini.

I. Hukum membaca shalawat kepada nabi dan shahabat selepas shalat tarawih adalah boleh dan mendapat pahala mengamalkan sunnah bagi yang mengamalkannya

Penjelasan :

–          Hukum membaca shalawat kepada nabi, keluarga dan shabat Nabi adalah sunnah.

–          Tidak ada larangan membaca shalawat Nabi selepas shalat-shalat sunnah bahkan disunnahkan

– Makna shalat tarawih adalah shalat dengan suka-cita, maknanya setiap selesai salam, disunnatkan berhenti dahulu untuk istirahat (dari shalat) maka dibolehkan untuk berdoa.

– Ingat disunnahkan berhenti sebentar pada tiap selesai salam pada tiap 2 rekaat dan berhenti agak lama pada tiap selesai salam pada tiap 4 rekaat.

–          Jadi hokum membaca shalawat Nabi dan kepada keluarga dan shahabatnya selepas selesai mengerjakan shalat tarawih adalah boleh dan bagi yang mengerjakannya akan mendapat pahala sunnah (lihat di kitab syarah safinahtunajah)

II. Hukum memberi komando diantara shalat tarawih adalah adalah boleh dan mendapat pahala mengamalkan sunnah bagi yang mengamalkannya

Penjelasan :

– Tiap-tiap shalat wajib dan semisalnya ada komando untuk mengerjakannya yaitu iqamat

–  Sedangkan untuk shalat-shalat sunnah yang dilakukan secara berjamaah tidak diperbolehkan adzan maupun iqmat seperti shalat ‘ied, shalat gerhana, shalat jenazah, shalat tarawih (berjamaah), shalat witir berjamaah dsb.

–  Pada shalat-shalat sunnah yang dilakukan berjamaah seperti point diatas, tidak dibolehkan untuk iqamat maupun lafadz “hayya ‘alashshalat”, tapi yangdiperbolehkan adalah lafadz selainnya seperti lafadz : “ashalatu jami’ah”, “asholatu tarawih ra’ataini jami’ah” (utk shalat tarawih), dsb.

–          Jadi bukanlah bidah mengomando utk shalat shalat berjamaah bahkan yang mengamalkannya akan mendapatkan pahala mengerjakan amalan sunnah (karena mengajak kepada kebaikan)! (lihat di kitab syarah safinahtunajah)

III. Hukum melafadzkan niat puasa

A. Hukum Dalam Puasa

Niat setiap malam pada puasa wajib seperti Ramadhan atau puasa wajib lainnya.

Jika puasa sunnah maka afdhalnya niatnya pada malamnya, tetapi boleh niatnya sebelum tergelincir Matahari dan belum makan dan minum.

Lafaz niat Puasa Ramadhan yang aqmal adalah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ أَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَّهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى.

Artinya: Sahajaku puasa esok hari daripada menunaikan fardhu bulan Ramadhan pada ini tahun Lillahi Ta’ala.

–  niat ini dibaca di dalam hati.

– Sedangkan jika dilafadzkan dengan lisan dengan diiringi dengan hatinya (Hatinya membenarkan apa yang diucapkan lisannya) ini dibolehkan khususnya bagi mereka yang was-was.

B. Tujuan melafadzkan niat

Tujuan dari talafudz binniyah menurut kitab-kitab fiqh ahlusunnah adalah :

1. Liyusaa’idallisaanul qalbu (“ Agar lidah menolong hati”)

2. Agar menjauhkan dari was-was

3. Keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya

4. Untuk taklim (mengajari orang yang belum tahu cara niat puasa) dan tanbih (mengingatkan kembali akan niat bagi orang mukmin).

C. Ayat – ayat Al-qur’an Dasar Talaffudz binniyah (melafadzkan niat puasa)

Tidaklah seseorang itu mengucapkan suatu perkataan melainkan disisinya ada malaikat pencatat amal kebaikan dan amal kejelekan (Al-qaf : 18).

Dengan demikian melafadzkan niat dgn lisan akan dicatat oleh malaikat sebagai amal kebaikan.

Kepada Allah jualah naiknya kalimat yang baik (Al-fathir : 10).

Malsudnya segala perkataan hamba Allah yang baik akan diterima oleh Allah (Allah akan menerima dan meridhoi amalan tersebut) termasuk ucapan lafadz niat melakukan amal shalih (niat shalat, haji, wudhu, puasa dsb).

D. Hadits-Hadist dasar Dasar Talaffudz binniyah (melafadzkan niat puasa)

1.  Diriwayatkan dari aisyah ummul mukminin Rha. Beliau berkata :

“Pada suatu hari Rasulullah Saw. Berkata kepadaku : “Wahai aisyah, apakah ada sesuatu yang dimakan? Aisyah Rha. Menjawab : “Wahai Rasulullah, tidak ada pada kami sesuatu pun”. Mendengar itu rasulullah Saw. Bersabda : “Kalau begitu hari ini aku puasa”. (HR. Muslim).

Hadits ini mununjukan bahwa Rasulullah Saw. Mengucapkan niat atau talafudz bin niyyah di ketika Beliau hendak berpuasa sunnat.

2. Diriwayatkan dari Abu bakar Al-Muzani dari Anas Ra. Beliau berkata :

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ

يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً

“Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan : “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melaksanakan haji dan umrah”.

”. (Hadith riwayat Muslim – Syarah Muslim Juz VIII, hal 216)).

Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah Saw. Mengucapkan niat atau talafudz binniyah diwaktu beliau melakukan haji dan umrah.

Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam Tuhfah, bahawa Usolli ini diqiyaskan kepada haji. Qiyas adalah salah satu sumber hukum agama.

3. Hadits Riwayat Bukhari dari Umar ra. Bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda ketika tengah berada di wadi aqiq :”Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah “sengaja aku umrah didalam haji”. (Hadith Sahih riwayat Imam-Bukhari, Sahih BUkhari I hal. 189 – Fathul Bari Juz IV hal 135)

Semua ini jelas menunjukan lafadz niat. Dan Hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bias tetap dengan qiyas.

4. Diriwayatkan dari Jabir, beliau berkata :

“Aku pernah shalat idul adha bersama Rasulullah Saw., maka ketika beliau hendak pulang dibawakanlah beliau seekor kambing lalu beliau menyembelihnya sambil berkata : “Dengan nama Allah, Allah maha besar, Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak sempat berkurban diantara ummatku” (HR Ahmad, Abu dawud dan turmudzi)

Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah mengucapkan niat dengan lisan atau talafudz binniyah diketika beliau menyembelih qurban.

E. Pendapat Imam-Imam ahlu sunnah (sunni) mengenai melafadzkan niat

1. Didalam kitab Az-zarqani yang merupakan syarah dari Al-mawahib Al-laduniyyah karangan Imam Qatshalani jilid X/302 disebutkan sebagai berikut :

“Terlebih lagi yang telah tetap dalam fatwa para shahabat (Ulama syafiiyyah) bahwa sunnat melafadzkan niat itu. Sebagian Ulama mengqiyaskan hal tersebut kepada hadits yang tersebut dalam shahihain yakni Bukhari – Muslim.

Pertama : Diriwayatkan Muslim dari Anas Ra. Beliau berkata :

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ

يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً

“Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan : “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melaksanakan haji dan umrah”.

Kedua, Hadits Riwayat Bukhari dari Umar ra. Bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda ketika tengah berada di wadi aqiq :”Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah “sengaja aku umrah didalam haji”.

Semua ini jelas menunjukan lafadz niat. Dan Hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bias tetap dengan qiyas.”

G. Kesimpulan

Lihatlah bagaimana bahwa melafadzkan niat adalah dibolehkan. Apalagi bagi orang yang berpenyakit was-was. Serja Untuk taklim (mengajari orang yang belum tahu cara niat puasa) dan tanbih (mengingatkan kembali akan niat bagi orang mukmin), kadang sering terlupa niat puasa jika tidak diingatkan.

Hati-hati dengan ucapan fitnah pemecah barisan sunni yakni golongan anti madzab wahhaby yang menebarkan isu khilafiah dan mereka mengambil fatwa bertentangan dengan pegangan majority ummat sunni agar ummat terjauh dari mengikuti ulama yang haq dan terjauh dari kitab imam –imam sunni.

Rujukan :

– Al –ustadz Haji Mujiburrahman, Argumentasi Ulama syafei’yah terhadap tuduhan bid’ah, mutiara ilmu Surabaya.

– DR. Wahbah zuhaili, kitab Al-fiqhul islam,  Jilid I/214

– DR. Wahbah zuhaili, kitab Al-fiqhul islam,  Jilid I/767

– Imam ramli,  KitabNihayatul Muhtaj,  Jilid I/437

– Ibnu hajar Al-haitsami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12

– Imam Qatshalani, Kitab Az-zarqani, jilid X/302

– Imam bukhari, Kitab Shahih Bukhary, Jilid I/189

– Imam Muslim, Kitab Shahih Muslim, Jilid VIII/216

– Syarah Safinatunnaja

https://salafytobat.wordpress.com