Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthy Al-asy’ary dikuburkan disebelah Panglima Islam Shalahuddin alayubi al-asy’ary

Hidayatullah.com–Jenazah Syeikh Muhammad Said Ramadhan Al Buthy bersama cucu beliau dan 40 jama’ah lainnya yang menjadi sasaran peledakan di Masjid Al Iman dua hari lalu dishalatkan di masjid Al Umawi, demikian lansirAl Jazeera (23/03/2013).

Shalat jenazah sendiri dilaksanakan setelah shalat dhuhur, putra Syeikh Al Buthy yakni Dr. Taufiq Al Buthy menjadi imam dengan dihadiri para ulama.

Syeikh Hishamuddin Farfur musyrif Majma Al Fath Al Islami menyampaikan bahwa Syeikh Al Buhty hidup untuk menyiarkan risalah Islam dan perbaikan dan wafat juga untuk hal itu.

Sedangkan Syeikh Muhammad Syarif As Shawaf selaku musyrif Majma As Syeikh Ahmad Kaftaro menyampaikan bahwa pembunuhan terhadap Syeikh Al Buthy adalah pembunuhan terhadap seluruh manusia.

Ribuan orang mengiringi pemakaman jenazah Syeikh Said Ramadhan Al Buthy yang dimakamkan di dekat makam Shalahuddin Al Ayubi di bawah benteng Damaskus.*

KAMIS malam (21/03/2013) sebuah bom meledak di Masjid al-Iman Damaskus Syiria. Yang mengagetkan umat Muslim sedunia, bom bunuh diri tersebut menelan korban jiwa seorang Ulama Sunni terkenal, Syeikh Sa’id Ramadhan al-Buthy. Ia meninggal di majelis ilmu, saat mengajar di dalam Masjid. Selain Syeikh al-Buthy, 42 meninggal dan 84 luka-luka termasuk cucunya, Ahmad.

Syeikh al-Buthy adalah ulama Sunni yang terkenal. Pada tahun 2012 lalu, beliau menjadi ketua Ikatan Ulama Bilad Asy Syam. Di Indonesia ia terkenal dengan karyanya Fiqhus Sirah, yang menjadi rujukan aktivis kampus. Kitab ini mengupas tentang faidah-faidah yang  dapat dipetik dari perjalanan kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, utamanya dari sisi dakwah dan mendirikan peradaban Islam.

Karena kitab ini sering dijadikan rujukan oleh aktivis Al Ikhwan al Muslimun, banyak yang menyangka bahwa beliau adalah tokoh Ikhwan, padahal bukan. Ia profil ulama yang tidak terikat organisasi atau kelompok politik apapun. Ia cenderung memposisikan diri sebagai murni pengajar. Sehingga, terkadang pernyataan-pernyataanya lebih diplomatis dan bahkan bisa multi makna.

Dalam hal pemikiran, al Buthy merupakan tokoh ulama Ahlus Sunnah  wal Jama’ah yang bermadzab Syafi’i dan aqidah Asy’ariyah, Maturidiyah, al Gha¬zali. Di masjid al-Iman itu, salah satunya ia mengajar kitab al-Hikam. Kitab tasawwuf yang ditulis oleh Syeikh Ibnu Atho’illah al-Sakandari. Ia juga menulis kitab komentar (syarh) untuk kitab al-Hikam bernama Syarh wa Tahlil Al Hikam Al ‘Atha‘iyah. Ia memang dikenal di Suriah sebagai ulama Sufi. Selain mengajar al-Hikam ia juga mengajar kitab Risalah al-Qusyairiyah – kitab tasawwuf yang terkenal. Jumlah kitab yang ditulis sekitar 60 judul kitab.

Tidak hanya itu, Syeikh al-Buthy ternyata juga pengkritik filsafat Barat. Ia menulis kitab berjudul Naqdul Auhami al-Maddiyah al-Jadaliyah. Kitab yang khusus mengkritik filsafat Materialisme Dialektik yang diajarkan oleh filsuf Barat materialis, Hegel dan Karl Marx.

Selain itu, yang cukup heboh di kalangan jama’ah Salafyi, Syeikh al-Buthy menulis kitb berjudul Salafiyyah: Marhalah Zamaniyyah Mubarakah La Madzhab Islami dan Al-La Madzhabiyyah Akhtaru Bid’atin Tuhaddidu as Syari’ah Al Islamiyyah. Meskipun begitu, lontaran kritiknya masih dalam konteks kajian ilmiah, tanpa emosi dan menggebu-gebu. Di luar konten yang diperdebatkan, cara menyajikan Syeikh al-Buthy berbahasa nasihat bukan pengadilan.

Jelas saja, tragedi berdarah di Masjid tersebut mengguncang dunia. Sekaligus menambah pedihnya konflik Suriah yang hingga kini masih menyala, belum ada tanda-tanda berhenti.
Kewafatannya meninggalkan duka di kalang kaum Muslim dunia.