Bukti Imam Nawawi (Kitab Syarh Shahih Muslim) : Ada Dua Metode tafsir Hadis Mutasyabihat – Takwil hadits Nuzul

Diantaranya, Karena Takwil Berikut Ini Ulama Sekaliber Imam an-Nawawi Dianggap sesat Oleh Kaum Wahhabi. Hasbunallah!!

 

 

Syarah Shahih Muslim, Vol.2, Hal. 29

 

 

Imam Nawawi berkata:

“ketahuilah bahwa para ahli ilmu mempunyai dua metode dalam menyikapi hadis-hadis dan ayat-ayat mengenai sifat Allah. Yang pertama; metode mayoritas salaf atau –mungkin- semuanya, yaitu mereka tidak memperbincangkan maknanya, mereka hanya berkata, “kita wajib mengimani dan meyakininya dengan makna yang layak bagi kemuliaan dan keagungan Allah Ta‘âlâ sembari dengan keyakinan yang kuat bahwa Allah Ta‘âlâ tiada menyerupai sesuatu pun, Dia maha suci dari sifat-sifat fisik, berpindah, mempunyai ruang gerak dalam arah, dan Dia maha suci dari semua bentuk sifat-sifat makhluk”. Ini -pun merupakan- pendapat kalangan Mutakallimîn, dan dipilih oleh kalangan Muhaqqiqîn (ahl al-Haq) dari mereka.

 

 

Syarah Shahih Muslim, Vol.3, Hal. 294

 

Mengenai hadis Nuzûl, Imam Nawawi berkata: ada dua pendapat yang masyhur di kalangan ulama, yang mana salah satu pendapat itu adalah pendapat mayoritas salaf dan sebahagian Mutakallimîn; Yaitu dengan mengimani bahwa -ayat-ayat sifat- itu benar, sesuai dengan kelayakan bagi Allah Ta‘âlâ. Dan makna lahiriyah (dari ayat-ayat sifat) yang kita kenali itu, bukanlah makna yang dimaksud (oleh Allah). Di samping itu kalangan salaf tidak mempersoalkan takwilannya sembari meyakini kemahasucian Allah dari ciri sifat-sifat makhluk. Dan Allah maha suci dari berpindah, bergerak dan dari segala ciri khas makhluk. Dan yang ke duanya adalah pendapat mayoritas mutakallimîn, pun itu adalah pendapat salaf. Pernah diceritakan bahwa Imam Malik dan Imam Awza‘î yaitu dengan takwilan yang layak tergantung posisi (konteks ayat-ayat itu). Berdasarkan konteks ini, kalangan salaf ada yang mentakwil hadis ini dengan dua macam takwil. Salah satunya adalah Takwilan yang pernah digunakan oleh Anas Ibnn Malik ra, dll; yang maknanya adalah turunnya rahmat, urusan (keputusan) Allâh, dan malaikat-Nya. Sebagaimana dapat dikatakan jika pembantu-pembantu (kabinet) seorang pemimpin melakukan sesuatu maka akan dikatakan “pemimpin telah melakukan ini/itu”. Pendapat ke dua ini adalah dengan metode Isti‘ârah (salah satu kajian dalam ilmu balaghah). Sehingga -hadis ini- bermakna Ijabah serta kelembutan Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang berdoa.